lovely picture

Tuesday, April 24, 2012

Sketsa Mimpi

Larut KPP
Menulis Cerpen #2

Ahad, 22 April 2012
di aula Syuhada

Sebelum menulis:
1. Berdoa

2. SMART oriented (syarat tujuan):
Specific: detail
Measurable: dapat diukur
Attainable/achiavable: dapat dicapai
Relevant: bermanfaat
Time: ada target waktu yang pasti

3. Catat impian dan visimu, tempel, dan sebarkan pada semesta! (Om Yohanes Surya, pinjem "mestakung" yaa "semesta mendukung" ;)

4. VISUALISASIKAN!

Karena proyek KPP adalah antologi cerpen, impian saya untuk antologi tulisan saya:

Tema: Harmoni Jiwa
(kaya album Gita Gutawa aja hha)

Cover: abstrak, kalem, dan sedikit cerah di sisi atas. objek di cover masih bingung sih, mungkin tangan yang menggenggam satu sama lain atau gambar bintang abstrak ato apa deh yaa ilustrasi juga bagus. siapa yang bikin masih ragu, Grace Johnson, Liliana, atau mbak kandung  saya. They're my best of the time artists.

Testimoni: siapa ya? yang jelas kepada mereka yang telah menginspirasi dan mewujudkan impian saya menulis. KPP adalah rumah menulis pertama saya, jadi tentunya dari KPP. saya sgt terinspirasi oleh Lintang Sugiyanto, Taufik Ismail, Anies Baswedan, Andrea Hirata, Fahd Djibran. Juga kepada Papa, Lili, dan Mom. Semoga jika mereka masih ada dan bisa, mau menuliskan testimoni untuk saya.

Isi cerpen: 10 cerpen plus beberapa bonus puisi atau hikmah penghubung antarcerpen.

Harga: hmm tergantung time value of money ya hehe. harga pasar aja deh. mungkin untuk target antologi pertama antara 35-50ribu. dan semoga jika diijinkan, saya bisa memberi kado buku ini untuk ibu/bapak dan sahabat terdekat.

IMPIAN MENULIS NURISMA NAJMA

Cita-cita saya ketika berusia 22 tahun adalah memiliki antologi puisi, cerpen, tulisan lepas lainnya. Di luar sastra, saya ingin pada usia tersebut saya telah menulis aktif di media massa tentang ilmu yang saya minati dan pernah saya dapatkan seperti psikologi, pendidikan, sastra, ekonomi terbatas, islam, ekis terbatas, fisika matematika jika masih ingat wkwk, dll.
25 tahun telah menjadi penulis produktif yang karyanya telah diterjemahkan ke bahasa asing terutama bhs inggris (diusahakan diterjemahkan sendiri).
30 tahun saya memiliki rumah pena. Rumah Pena, adalah surga untuk buku dan pena, surga pengetahuan, karya, dan imajinasi.
40 tahun saya merintis Rumah Najma, sebuah rumah untuk berkarya. Dialah madrasah yang bisa mengolah setiap impian, potensi, dan passion anak-anak di Indonesia dengan sastra, budaya, sains, dan perdamaian. hubungan tanpa batas universal antarmanusia. saya ingin Rumah Najma adalah rumah masa depan yang bisa menjadi rumah, tempat bermain, tempat berkarya, tempa berbagi kasih sayang, dan sekolah tanpa batas. Di sana saya ingin anak-anak di dunia ini bisa saling memahami, berkembang dengan potensi dan cita-cita masing2, diberi keleluasaan untuk menemukan jati dirinya, dan dipupuk dengan cinta dan cita-cita dengan akhlak mulia. Saya ingin di rumah ini lahir anak-anak penebar rahmat bagi dunia. Untuk gambaran singkatnya, ada sebuah perpustakaan penghubung informasi dan ilmu pengetahuan anatardunia tempat karya2 mereka disimpan, tempat bermain dg play ground, studio tempat mereka berekspresi dengan seni dan sastra, galeri tempat mereka berekspresi dengan karya2 mereka, taman bunga dg hijaunya tanaman2 serta kolam air mancur yang indah, dan ruang keluarga tempat diskusi, konsultasi, dan sosialisasi. Untuk penyeimbang perlu ada sumber pemasukan dan usaha bisnis yang dijalankan secara berdampingan, yakni sebuah penerbitan buku Nurisma Najma, rumah pena tanpa subsidi dan rumah Nurisma Najma tanpa subsidi untuk siswa2/anak2 dari kalangan mampu dan siswa dari luar Indonesia dari kalangan berada :)
Semoga rumah ini menjadi naungan setiap bulir asa, cita, dan cinta untuk masa depan anak-anak penebar rahmat di dunia dan akhirat.

Ya Allah, nyalakan jiwa ini, tegakkan jiwa ini, dan kuatkan jiwa ini. Semoga Engkau perkenankan doa dan impian-impian ini untuk menjadi rahmat untuk menebar rahmat atas segala nikmat-Mu kepada semesta. Aamiin.


5. Buat target menulis!
(1) Jumat 1 halaman tulisan cerpen dan puisi; Sabtu 1 halaman tulisan cerpen dan puisi
(2) Satu bulan -> min 8 hlm (1 cerpen)
(3) Satu tahun -> antologi min 1

6. Siapa yang akan mengontrol?
Diri sendiri, catatan, keluarga dan sahabat.

7. Reminder!! Konsisten!! 

8. Catat keberhasilan dan rayakanlah!
Jika saya berhasil konsisten 1 cerpen dalam 1 bulan dan berusaha konsisten dan belajar untuk lebih baik lagi, saya akan mengapresiasi usaha saya dengan:
(1) share, mempublikasikan tulisan, ikutkan lomba, no giving up
(2) membelikan diri sendiri buku baru
(3) kalu berhasil dan dapat hadiah, kasih surprise buat ibu apapun, tak harus materi, cukup dg lebih peka dan perhatian sama ibu :)
(4) kalu dapat hadiah, membahagiakan orang lain, giving friends a lil treat,
(5) kalu berhasil menerbitkan buku, saya akan memberi surprise ke ibu dengan memberi kado buku itu. saya akan buktikan bahwa menulis tak pernah sia-sia. saya akan buktikan bahwa saya bisa menulis. bahwa impian itu pasti akan terwujud selama jiwa untuk menulis menyala. kemudian melobby mengumpulkan uang untuk membuat perpustakaan pribadi sampai merintis rumah pena dan rumah najma:)


Bismillah... Dengan menyebut nama Allah, nyalakan jiwa ini, tegakkan jiwa ini, dan kuatkan jiwa ini. Aamiin.

Januari Biru, Aku Mencintaimu

Pagi di bulan Januari yang sendu. Awan mendung tergantung di atas langit, menahan keceriaan tahun baru yang baru semalam dirayakan manusia seisi dunia. Aku menyusuri jalanan sepi. Orang-orang tampak enggan beranjak dari selimut ataupun perapian. Tapi aku berjalan menantang kebekuan yang mulai merasuki tulang-tulangku. Kukayuh sepedaku penuh semangat.

Aku menggigil. Suhu di luar kurang dari nol derajat Celcius. Salju tadi malam masih tebal menghampar jalan. Pantas, sangat dingin membekukan, bisikku. Kudengar suara angin menampar-nampar wajahku. Membuatku semakin gerah untuk melawannya. Semangatku pun semakin menyala untuk mencapai tempat tujuanku di ujung jalan sana. Aku akan meneleponmu, ibu. Demi sebuah ucapan sederhana. Cinta sederhana yang kini begitu luar biasa kurasakan. Ibu, aku hanya ingin mengucapkan "selamat ulang tahun" untukmu.

Di ujung Jalan Whitman ini, di sebuah rumah tua dengan cat yang mulai pudar, keluarga Heidi Dobson tinggal. Keluarga dengan tiga anak perempuan Tionghoa yang diadopsi Heidi. Kesibukan masing-masing anggotanya membuat rumah mereka selalu tampak supersibuk dipenuhi aktivitas harian. Heidi yang selalu sibuk dengan penelitiannya, juga hewan-hewan peliharaan yang tak terhitung banyaknya. Ada tiga ekor anjing, tiga ekor kucing, dua ekor kelinci putih, dua ekor kelinci coklat, tiga ekor hamster, dan seekor iguana. Terutama anjing mereka, Shatelyn adalah yang paling heboh mengitari seisi ruangan.

Aku berdiri di depan kusen pintu. Menatap ragu rumah yang biasa sibuk itu. Agak aneh ketika pagi ini rumah itu begitu sepi. 06.30 memang bukan waktu lazim bagi penduduk di sini untuk beraktivitas di akhir pekan, pikirku. Tapi setidaknya, tadi malam mereka menyilakanku berkunjung esok hari untuk menelepon rumah. Kuketuk pintu itu berkali-kali. Aku hanya mendengar suara Shatelyn memukul-mukul ekornya di atas lantai. Kemudian berhenti. Kudengar langkahnya mendekat ke pintu. Ya, kini dia benar-benar berada di balik pintu. Apa yang bisa ia lakukan untukku?

Aku duduk termangu di depan pintu. Menatap salju. Membayangkan pagi yang ceria dengan sahutan burung-burung menyambut semburat merah di ufuk timur. Hiasan indah yang menyatu dengan hijaunya sawah yang menghampar. Aku rindu. Merindukan masa-masa itu.

Satu jam berlalu. Aku melangkah gontai. Kembali menyusuri jalan yang belum juga ramai. Ke mana orang seisi kota ini? Masihkah terlelap mimpi? Atau, salju yang telah membuat mereka meringkuk di pembaringan? Dengan selimut tebal yang teramat nyaman, hingga mereka begitu enggan sejengkal pun melangkah keluar? Hatiku bergetar. Mataku telah basah. Pipiku terasa hangat oleh air yang mengalir tiba-tiba. Ini sungguh asing bagiku.

Sebuah catatan yang sudah dua tahun lamanya. Ya, dua tahun sudah berlalu. Semuanya kembali pada normal. Normal yang nisbi. Begitu tak pasti kriteria normal dalam hidup itu sendiri. Bagaimanapun, kini aku kembali bersamanya, meski tak berada dalam peluknya. Kini aku di dekatnya, meski tak selalu berada di sampingnya. Ibu, ingin rasanya aku berlari mendekapmu, menciummu dan mengatakan, "Ibu, aku mencintaimu." Entah bagaimana, cintamu menyala dan mendekapku tanpa butuh seuntai pun kata. Aku tahu dalam bahasa hatimu ibu, apapun itu, tak cukup kuartikan dan kuartikulasikan hanya dengan "I love you."

Begitu banyak yang kulewatkan, begitu banyak pula yang kurindukan. Semuanya membuatku malu sebab aku tahu tak pernah cukup aku membuatmu bahagia. Justru begitu banyak aku membuatmu kecewa. Jika dulu susah payah kau lahirkan aku hingga aku sebesar ini, apakah yang kau dapatkan? Hanya kesederhanaan. Hanya keikhlasan.

Ibu.. Setiap waktu kau mengkhawatirkan dan memikirkanku melebihi diriku sendiri. Kau temani, kau jagai, dan kau dekap tubuhku hingga aku pulas terlelap. Namun, kini aku justru merasa bebas dan berkuasa. Dulu, kau gendong aku ke manapun kau pergi. Namun, kini begitu sering aku meninggalkanmu. Hingga aku merasakan betapa jiwaku menyala ketika merasakan pijaran jiwamu yang tak pernah redup untukku. Betapa aku ada karena engkau ada. Betapa aku, betapa aku...

Astaghfirullahal'adziim, ya Allah ampunilah..
Ya Allah, jadikanlah aku anak yang membuat ibu bahagia.
Ya Allah, lindungilah ibu.. Allah sayangilah ibu yang telah menyayangi dan membesarkanku.. Aamiin..
Hanya milik-Mu, cinta dan kasih yang pantas untuk ibu.. :')

-self-contemplation-


P.S. :

Number One for Me
-Maher Zain-

I was a foolish little child
Crazy things I used to do
And all the pain I put you through
Mama now I’m here for you
For all the times I made you cry
The days I told you lies
Now it’s time for you to rise
For all the things you sacrificed
Chorus:
Oh, if I could turn back time rewind
If I could make it undone
I swear that I would
I would make it up to you

Mum I’m all grown up now
It’s a brand new day
I’d like to put a smile on your face every day
Mum I’m all grown up now
And it’s not too late
I’d like to put a smile on your face every day
And now I finally understand
Your famous line
About the day I’d face in time
‘Cause now I’ve got a child of mine
And even though I was so bad
I’ve learned so much from you
Now I’m trying to do it too
Love my kid the way you do

CHORUS
You know you are the number one for me (x3)
Oh, oh, number one for me
There’s no one in this world that can take your place
Oh, I’m sorry for ever taking you for granted, ooh
I will use every chance I get
To make you smile, whenever I’m around you
Now I will try to love you like you love me
Only God knows how much you mean to me

CHORUS
You know you are the number one for me (x3)
Oh, oh, number one for me

Saturday, April 21, 2012

Perjalanan Spiritual: Wajah yang Membeku

Catatan perjalanan 18 April 2008/2012, melewati 'alas roban'

Malam mencekam. Perjalanan ini seperti dejavu. Saat usiaku belum genap tujuh belas tahun. Saat aku merasa usiaku belum seberapa, jalan hidupku terasa masih panjang lapang membentang. Bintang di atas masih terang, matahari esok pagi akan tersenyum lagi, menyapa hari, kemudian menepi bersama senja yang menjingga. Menghabiskan malam mencekam dalam kesunyian, membayang sebuah wajah membeku di ujung sana.

Tahun berikutnya, ketika usiaku mulai menginjak dewasa. Ujian Akhir Nasional di depan mata. Pun Merapi yang merajalela dengan abu vulkaniknya. Tak surutkan perjalanan spiritualku yang kedua. Malam mencekam. Sisa abu yang terasa masih melekat. Trauma dan takut yang makin akut. Jogja, kami tinggalkan untuk sebuah mimpi. President University. Di sanalah impian itu berada. Aku akan ke sana. Perjalanan spiritual pun dimulai ketika kami sempatkan melihat wajah teduhnya. Wajah yang menyimpan setiap lekuk ketulusan. Entah kenapa, perjalanan spiritual itu harus bercampur dengan emosi jalanan. Jalanan macet. Kecurangan di jalanan. Sampai aku turun dari kendaraan. Mendekati Pak Polisi yang seragamnya aja polisi, tapi kelakuannya sama saja. Habis-habisan aku membela jalan kami dan bukan begitu seharusnya jalan ini tidak bisa seenaknya dibuka untuk dua jalur padahal sudah jelas jalan di depan sana rusak tak mungkin untuk dua arah. Hingga empat jam kami seperti berada dalam rumah keong. Ini sudah kriminalitas polisi!

Akhirnya, subuh hari mengabarkan satu wajah lagi membeku. Hari berkabung.  Wahai impian, tunggu aku pasti kembali. Tuhaan, letusan kesekian kalinya yang dahsyat. Perjalanan spiritual ini adalah penyelamatan? Atau pelarian? Sesungguhnya Tuhan telah menyelamatkan, sesungguhnya Ia menyimpan banyak hikmah dari setiap perjalanan. Sebab jalanan adalah miniatur kehidupan. Di sanalah kita bertemu manusia debu. Mengais debu. Berlumur debu. Bernafas. Menghirup debu. Bermandikan debu. Atau mereka yang merasa debu tak ada gunanya. Meletup-letup debu dari setiap cerobong bersama roda yang menggilas debu-debu itu. Aku bergidik membayangkan malam yang menggigil di antara debu yang berterbangan.

President University mungkin mimpi kesekian kalinya setelah Semesta, Wesleyan, Carnegie, Whitman, dan sederet impian lainnya. Dan perjalanan lah yang meyakinkanku bahwa udara di sekelilingku mengalir, mengalirkan bahwa denyut ini masih ada. Jadi apapun yang kini dalam dekapan, biarlah ia berjalan. Biarlah berlari. Jika ia lelah, cobalah berhenti dan rasakan kesesakan yang menyeruak. Cobalah dengar denyutnya memanggil, di manakah nama Nya, Ibu, dan Ayah? Sudah puaskah? Sudah cukupkah? Jika ia sesak,  cobalah rasakan udara dalam setiap ruang betapa kesesakan itu hanyalah jiwa kita yang kering, pikiran yang sempit, dan dunia yang mencerabut ruh kita dari ketenangan.

18 April yang kedua. Tak ada bedanya. Ketika beberapa tahun lalu, ia adalah hari ulang tahun seorang anak guru. Sebuah hari yang menyatukan kami kanak-kanak SD nan lugu. Dan kini, ia adalah hari lain yang mencekam. Malam berkabut yang menyelimuti perjalanan spiritual ini. Ketika tumpukan buku, agenda-agenda dunia, dan semua mulai menenggelamkan nafas ini. Semuanya kembali. Kembali kepada Yang Memiliki.

Dan kebekuan ini semakin mengiris hati. Wajah yang membeku. Tangisan yang membeku. Namun senyuman kecil itu tak hilang darinya. Aku mencoba tersenyum juga. Membayangkan usia belia melewati semuanya. Lalu, kami bercerita tentang impian masa depan. Kembali potret impian itu berputar dalam memori: Semesta dan setiap impian yang kami berbagi tentangnya. Well, aku bangga melihat semangatnya. Aku bangga ketika ia tahu bahwa wajah beku itu memeluknya. Memeluknya dengan doa yang dulu ia selalu ucapkan untuknya. Meski kini bibir itu telah beku kaku rapat tak bergerak. Jika wajah itu telah beku, bukankah doa takkan pernah membeku? Maka berjuanglah untuk Kesatuan Bangsa adikku! Berjuanglah untuk doa-doa itu! Jika di sana bukanlah tempat akhirmu, yakinlah impian takkan membeku. Impian adalah doa yang menyala selama-lamanya meski wajah dan raga harus membeku kaku :)

Monday, April 16, 2012

Statek I :))

Alhamdulillah UAS Statistika I akhirnya selesai. Ganjalan terbesar itu sudah berakhir. Setidaknya untuk hari ini. Dan semoga hasilnya pun memberikan rasa bahagia. Setengah semester depan semoga kembali bernafas lega.

Terima  kasih Pak Amirullah untuk dua bulan yang mengagumkan. Kelas statistika yang kilat namun berkesan. Pak Amir sangat inspiring, bagaimana beliau menginternalisasikan nilai ke dalam ekonomi dan kehidupan. Lelucon dan humor khasnya membuat kelas kami ini tak pernah membosankan. Pokoknya gaya khas bapaknya yang ngajar dengan tenang, dengan ending 'ken', dan gaya kebapakan-nya membuat saya sangat menikmati kelas ini. Apalagi pas saya disuruh jadi sari tilawah haha sari tilawah mah buat  terjemah al-quran.. mana ada sari tilawah textbook.. ada-ada aja ini bapak :) hari ini, beliau mendatangi ruang ujian kami masih dengan gaya elegan yang menenangkan kira-kira sambil berkata "sepertinya wajah kalian tampak dendam sekali dg saya.. pasti banyak selaki komplain." tapi saya salut sekali dengan bapak yang super sibuk jadwal terbang ke jakarta, sekjur, dan dosen beliau memperjuangkan 14 pertemuan kelas kuliah demi memperjuangkan amanah. Very inspiring. Setiap kali mengajar di atas mejanya ada se-kotak sunkist dan susu kotak. Saya pasti merindukan kelas Statistika, serumit apapun dan se-desperating apapun ujian yang saya kerjakan hari ini. Semoga akan lebih banyak lagi dosen yang mendidik dengan nilai2 spt bapak bukan sekadar absen dan menilai. Selamat jalan ke Jepang, Pak Amirullah, semoga suatu saya saya menyusul Bapaak :) Aamiin.

UAS perdana, 10 April 2012.

Thursday, April 12, 2012

Aku dan Sajak Petir

Tuhaaan...
ego ini membakar idealisme
inginku menjadi guruh dalam sajak petir
mengguncang langit dan bumi

gemuruh teriakanku menembus
tiap lapis langit
menerjang palung laut terdalam
melebur dalam riak ombak
asal segala muasal

Tuhaaan...
kilatan-Mu sesekali mengusikku
sekelebat kilat sarat akan isyarat
dalam kesemuan dan keniscayaan
Kau jatuhkan aku pada tanah yang meredam
memendam
menyadarkanku dari lamunan

Tak perlu aku menjadi gemuruh petir
jika semuanya berakhir
dalam getir yang menyesakkan

Tak perlu aku menjadi gemuruh petir
jika suaraku hanya menulikan
luka menyisa pada telinga tak berdosa

Adakah ini akhir sebuah sajak petir
***

Sunday, April 8, 2012

KPP bersama Syifa Uki:



Sukses Mendaki Segunung Tantangan Menulis
Siapa bilang menulis itu datar-datar saja? Ternyata hampir sama seperti “mendaki gunung, lewati lembah, sungai mengalir indah ke samudera. Bersama teman, bertualang...” (OST Ninja Hatori). Ternyata menulis adalah aktivitas yang kadang seperti mendaki gunung dan ada kalanya menuruni lembah. Hal ini tak dapat dipungkiri sebab menulis memiliki faktor-faktor simultan yang berkaitan dengan kondisi psikologi yang harus dapat dikelola oleh penulis. Di sinilah motivasi dalam menulis menjadi hal penting bagi penulis baik pemula maupun profesional. Menjawab tantangan ini, Komunitas Penulis Pelajar Sm@rt Syuhada mendesain training motivasi menulis dengan tajuk “Menghancurkan Halangan-Halangan dalam Menulis” bersama Mbak Mia Syifa Uki dari tim kaderisasi Forum Lingkar Pena (FLP).
            Pada Ahad, 18 Desember 2011, para penulis muda Komunitas Penulis Pelajar berkumpul di aula Masjid Syuhada untuk mengikuti training. Agenda latihan rutin tiap sebulan sekali ini sangat special karena menghadirkan seorang pegiat sastra yang memiliki pengalaman dalam dunia menulis dan kedekatan yang baik dengan peserta. Siapa lagi kalau bukan Mbak Mia, penulis yang memiliki nama pena “Syifa Uki”.
            Sekitar pukul 13.00 WIB acara dimulai. Sebagai pembuka dan penghangat suasana, Mbak Mia dan masing-masing peserta memperkenalkan diri serta  berbagi motivasi pribadi dalam menulis. Mbak Mia memiliki motivasi tersendiri yang membuatnya menggemari dunia menulis, yakni seringkali ada hal yang tak bisa diungkapkan secara verbal sehingga tulisan adalah penyampainya. Selain itu, menurutnya, menulis itu kaya. Mengapa? Karena menulis berarti berbagi apa yang kita ketahui dan memberi apa yang kita miliki untuk menginspirasi orang lain dengan kebaikan. Subhanallah ya, motivasi Mbak Mia dalam menulis ini. Begitu pula para peserta training juga memiliki motivasi-motivasi luar biasa yang tak kalah hebatnya.
            Motivasi telah ada, setidaknya sesuatu itu telah muncul yang membuat kita membuka mata pada dunia menulis. Lantas, sudahkah ada azzam (tekad dan passion) yang membuat kita menulis setiap saat, minimal secara rutin? Jika belum, maka motivasi kita hanya berhenti sebatas obsesi. Inilah tantangan terbesar menulis, yakni menulis itu sendiri. Tantangan menulis itulah yang menjadi bahan diskusi bersama dalam training tsb, mulai dari menemukan ide, menjaga mood menulis, menentukan alur dan klimaks, mengatasi kebuntuan menulis, bagaimana menjiwai tulisan, dan sebagainya.
            Inti dari training motivasi menulis KPP bersama Mbak Mia FLP adalah bahwa hidup itu adalah pilihan, apakah kita memilih konsisten dengan impian itu atau tidak. Setiap tantangan yang menghadang pasti ada jalan keluarnya, hanya bagaimana mencari akar permasalahannya. Setelah itu, tentu saja membumikan impian kita dengan action! Ya, menulislah. Biarlah ide-ide mengalir. Bingung bagaimana? Tenang saja, ide itu bertebaran di mana-mana, hanya kita yang kurang peka dan tidak meluangkan waktu sejenak untuk menuliskannya. Buktinya, saat itu juga, dalam lima menit saja, para peserta telah berhasil megumpulkan belasan ide cerita. Jadi semuanya kembali kepada kemauan dan konsistensi kita dalam menulis. “Nikmatilah proses menulis, sebab di sanalah cinta itu ada! Menulislah, dari hati ke hati,”pesan Mbak Mia ‘Syifa Uki’.