lovely picture

Friday, March 30, 2012

Semilir Angin Keterasingan

Keterasingan
kesendirian
tak selamanya menuai sepi

Keterasingan
kesendirian
inilah yang membuatku merasa ada

merasakan kedekatan antara Tuhan dengan makhluk-Nya



dan di ruang kosong inilah
jiwa ini hidup
menuliskan angan
yang hanyalah sekelebat angin
dengan semilirnya yang sempurna.


#senja menyapa, di sayap selatan gedung kampus yang menua.
aku menikmati gemuruh mesin, cericit burung, angin, dan hari yang menepi, ruangan yang semakin sepi, makin menampakkan keseraman setiap bangunan.. ahh terkadang ini memang semilir yang sempurna, untuk berdialog dengan hati, angin, dan semua yang ada di sekitar kita selepas hari2 yang melelahkan :)

Reflective Journal: 21 Maret 2012 Performance Appraisal dalam Organisasi


Dalam perkuliahan Psikologi Dasar lalu disampaikan bahwa performance appraisal (penilaian kerja) memiliki tujuan yang dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu administrative purpose dan developmental purpose. Tujuan administratif penilaian kerja meliputi follow up pemberian reward maupun penentuan promosi jabatan kepada pekerja yang menunjukkan prestasi gemilang. Sedangkan, tujuan pengembangan menyangkut peningkatan kapasitas dan kualitas pekerja melalui training dan coaching. Berkaitan dengan tujuan-tujuan tersebut, tulisan ini mencoba mengkritisi dan menganalisis peran performance appraisal pada suatu organisasi.

Pertama, saya akan menganalisis peran performance appraisal dalam ranah administrasi. Performance appraisal sebagai suatu betuk pengukuran dengan parameter tertentu dapat memberikan gambaran atas kondisi suatu objek yang diukur, meliputi per-orangan maupun kolektif organisasi. Hal penting dari suatu hasil pengukuran adalah tingkat keakuratan (validitas) pengukuran tersebut. Apakah hasil pengukuran tersebut valid sehingga dapat menunjukkan kondisi yang sesuai dengan fakta di lapangan? Apa saja yang dapat mempengaruhi validitas hasil pengukuran.

Kesesuaian antara hasil penelitian terhadap fakta di lapangan atau dapat disebut sebagai validitas hasil penilaian ini tentu saja dipengaruhi oleh proses pengukuran. Proses pengukuran berkaitan dengan pihak-pihak yang terlibat dalam pengukuran dan instrument pengukuran.

Pihak yang terlibat dalam pengukuran meliputi penilai (appraiser) dan objek yang dinilai (seperti pekerja). Untuk mendapatkan hasil pengukuran yang valid, diperlukan tim penilai yang independen dan profesional. Independensi sangat penting untuk mengurangi konflik kepentingan dalam proses penilaian sehingga bersifat fair tanpa upaya manipulasi dan keinginan untuk cenderung menguntungkan pihak tertentu ataupun merugikan pihak lainnya.Profesionalisme juga penting dimiliki oleh tim penilai karena dengan penguasaan terhadap bidang yang berkaitan dapat memberikan suat komprehensif dan penilaian yang mendasar. Profesionalisme penilai diperlukan untuk meinimalisasi bias dan subjektivitas yang mungkin muncul dalam proses. Objek yang dinilai juga mempengaruhi penilaian karena dari sinilah sumber data diperoleh. Persamaan kondisi objek akan memberikan hasil penilaian yang comparable sehingga hasil pengukuran dapat digunaksn untuk membandingkan objek satu dengan lainnya. Selain itu, jika sistem penilaian menggunakan teknik self-appraisal tentu penilaian terhadap diri sendiri dipengaruhi oleh kemampuan menilai diri individu.

Instrumen penilaian adalah suatu media atau alat ukur yang digunakan untuk merekam data penilaian yang dapat berupa questionnaire, performance test, dan sebagainya. Instrumen yang baik dapat mewakili lingkup yang akan dinilai dengan skala penilaian dan metode pengukuran yang dapat dipertanggungjawabkan.

Kedua, saya akan menganalisis peran performance appraisal dalam ranah pengembangan. Seseorang dapat berkembang karena memiliki dorongan (motivasi) dan media untuk berkembang. Performance appraisal dapat memberikan hasil penilaian yang dapat memotivasi pekerja. Jika penilaian menunjukkan hasil yang di bawah target, hal ini menjadi cambuk tersendiri untuk memperbaiki diri. Jika penilaian menunjukkan hasil di atas ekspektasi awal, hal ini menjadi alat pemuas bagi pekerja dan penimbang kepada manajemen untuk memberikan follow up berupa reward yang dapat mendorong untuk mempertahankan prestasi yang telah diraih.

Hal menarik yang ingin saya angkat adalah bagaimana performance appraisal dapat menjadi suatu pendorong dalam prestasi? Hal ini erat kaitannya dengan kondisi psikologi objek yang dinilai. Bagaimana performance appraisal dapat mempengaruhi mental pekerja secara positif? Saya menganalogikan pekerja dalam objek penilaian ini sebagai seorang siswa. Penilaian akan memberikan gambaran prestasi belajar siswa. Hasil prestasi yang baik yang diraih adalah syarat memperoleh predikat lulus. Tentu saja hal ini akan mendorong siswa untuk belajar dan menunjukkan prestasinya agar predikat lulus tercapai. Sayangnya, terkadang hal ini justru menjadi bumerang yang dapat mematikan potensi dan membebani kondisi psikologi siswa. Menurut saya, penilaian pada prestasi siswa dapat menjadi bumerang karena pelaksanaan sistem yang belum tepat. Misalnya, penilaian yang hanya berorientasi pada hasil bukan proses mengakibatkan siswa menyontek dan memiliki respon negative terhadap penilaian sehingga berpengaruh pada rendahnya komitmen untuk belajar dan berprestasi. Hal ini perlu menjadi perhatian pengambil regulasi dalam pendidikan dan pihak-pihak yang berperan dalam pendidikan di Indonesia sehingga performance apparaisal  dapat digunakan sebagai pemantik belajar dan prestasi siswa.

Saturday, March 24, 2012

Menulis Puisi Salahkah?

Haha ini tulisan iseng saja. Hari ini hari yang serba nggak jelas jadinya tulisan pun makin nggak jelas. Kelas pagi jam 7 dibatalkan saat semua anak sudah stand by di atas di lantai 3 siap memasuki ruang kelas. Eh, kelas  masih dikunci. Padahal sarapan aja nggak sempat. Beli milo malah tumpah.. Nasib2... Ternyata kelas dibatalkan begitu saja. Aku sih mending cuma orang Jogja, temen2 yang dari luar kota pasti nyesel banget melewatkan long weekend 3 hari kemarin hanya karena ada kelas pengganti agama tadi yang finally juga nggak jadi.

Akhirnya diputuskan ikut creative writing JMME-JS-RnB Organizer; dan yaa sambil mulai menumbuhkan semangat baru itu dimulailah hari itu.. Keren sih, saya belajar banyak soal Jurnal..Kan  ada aturan baru soal jurnal dari Dikti.. Surat edaran tanggal 27 Januari 2012 Nomor 152/E/T/2012 perihal publikasi karya ilmiah untuk mahasiswa S-1, S-2, dan S-3 sebagai syarat kelulusan yang berlaku mulai Agustus. Nah lho, saya tambah semangat belajar tentang what and how journal really means.

Pas sesi kedua rasanya ngantuuk sekali.. Padahal bagus je, tentang esai tapi mungkin karena efek siang udah capek.. Hanya telingaku langsung merah ketika mendengar pembicara tsb membahas soal blog yang isinya puisi.. What's wrong? Tak ada yang salah menurutku, toh puisi bisa jadi bentuk kritis juga sebagaimana academic writing lainnya.. Ini benar2 membuat saya tak habis pikir sebab pernah suatu ketika pas saya mengikuti forum penulisan ada seorang penulis juga yang sebenarnya juga suka nulis cerpen tapi beliau nih nggak mau disebut penulis cerpen. Katanya sih inginnya dikenal sebagai kolumnis ato penulis esai.. Hmm is there anything wrong with being short story or poetry writer? Rasanya aku bangga dan bahagia njika kelak suatu saat nanti bisa jadi penulis. Tapi nih, karena konsentrasi disiplin ilmuku masih abu2 rasanya, jadi aku bisa optimis dan justru merangkul setiap hal yang aku minati. Ya meskipun konsentrasi tak bisa dipungkiri menentukan penguasaan. Tapi ndak ada yang salah juga jika saya ingin belajar ekonomi, sesuatu yang amat dekat dengan kehidupan harian kita. Saya buta ekonomi, seriously. But one thing, I concern economy for society welfare. Ada satu impian bisa menjadi sesorang yang bermanfaat buat kehidupan sosial di sekeliling saya. Saya suka sastra dari kecil, saya menikmatinya. Tapi saya tak pernah sepenuhnya bisa terjun ke dalam dunia sastra. Saya juga suka belajar Psikologi, novel2 Psikologi :) Kelas Psikologi yang alhamdulillah quiz2 saya dapet nilai oke2 daripd nilai Ekonomi atopun Akuntansi. haha parah.. Yang jelas, aku memang gak jelas dari awal. Biarkan semuanya menjadi jelas pada saatnya. Kalu memang tidak perlu jelas itu ya ndak masalah juga.. Despite the discipline of study I will hopefully find, I will always adore and I'm always fond of literature.. Nggak ada yang salah menjadi cerpenis, pujangga, dll.

Yang jelas kemarin malem mau pulang batal gara2 ada kelas jam 7 akhirnya menghabiskan sisa-sisa maghrib di Syuhada membicarakan tentang upgrading.

Tuesday, March 13, 2012

I Believe



When you’re searching for the light
And you see no hope in sight
Be sure and have no doubt
He’s always close to you

He’s the one who knows you best
He knows what’s in your heart
You’ll find your peace at last
If you just have faith in Him

You’re always in our hearts and minds
Your name is mentioned every day
I’ll follow you no matter what
My biggest wish is to see you one day

Chorus:
I believe
I believe
Do you believe, oh do you believe?

MAHER ZAIN
Coz I believe
In a man who used to be
So full of love and harmony
He fought for peace and liberty
And never would he hurt anything
He was a mercy for mankind
A teacher till the end of time
No creature could be compared to him
So full of light and blessings

You’re always in our hearts and minds
Your name is mentioned every day
I’ll follow you no matter what
If God wills we’ll meet one day

Chorus

If you lose your way
Believe in a better day
Trials will come
But surely they will fade away
If you just believe
What is plain to see
Just open your heart
And let His love flow through

I believe I believe, I believe I believe
And now I feel my heart is at peace

Chorus

I believe I believe, I believe I believe

Lyrics: Maher Zain, Bara Kherigi & Irfan Makki
Melody: Irfan Makki & Maher Zain
Arrangement: Maher Zain

Anak Nakal Amatiran

Pernahkah merasa ada yang mengganjal di hati? Seperti menelan biji semangka tanpa sengaja atau sebiji permen yang tak sengaja tertelan.. Huaa pasti nggak enak kan rasanya? Pingin muntahin isi perut hehe lebay mode on. Yang pasti rasanya pingin ngeluarin jejalan2 itu..

Sama juga ketika ada salah, hati pasti paling bisa merasakan. Misalnya, bohong sama ibu katanya mau belajar kelompok eh malah main ke mana sama temen2.. Sanubari kita deh yang paling tau... Pasti ada sebersit perasaan bersalah itu.. Dan sesungguhnya ketika kita nggak srek karena kesalahan itu berasa ada ganjalan, kaya batu di tengah jalan. Pasti ada rasa tidak nayaman dan tidak tenang akan ganjalan itu... Bahkan kadang ganjalan itu yang kemudian menjadi aral atau ujian buat kita karena kekhilafan yang kita lakukan. Hanya saja kepekaan setiap manusia beda2. Reaksi dalam menanggapi juga beraneka macam. Seperti kata dosen Manajemen saya, emosi itu suatu reaksi terhadap peristiwa atau suatu kejadian.

Plong. Senangnya hari ini berlalu. Biasa saja, hal sederhana sebenarnya. Tapi aku merasakan beban dan ganjalan itu sudah lepas dariku. At least everything's ok and very well ended.

Adalah Bu Wiwin, dosen Akuntansi Keuangan Menengah I yang sebelumnya saya hanya kenal namanya saja. Pasalnya, ketika KRS kita hanya tau nama dosen saja kan nggak ada foto dosennya... Dosen kan nggak senarsis anak muda kali ya? Hehe. Jadinya saat pertama kali masuk kelas AKM Bu Wiwin ini jujur saya terpana. Rasanya sulit percaya akan sosok yang di hadapan saya. Seorang wanita yang usianya mungkin 30-an dengan jilbab panjang yang indah seakan menyatu dengan gamis kremnya. Dialah sosok anggun, lembut, nan menawan. Ibu Wiwin, dosen akuntansi saya. Waaah, di antara sekian banyak wanita khususnya dosen di FEB baru kali ini saya menemui sosok seteduh dan setenang ini di tempat yang sering dianggap kampus wong dhuwur bukan kampus rakyat cilik dengan tower kontroversialnya, pertamina tower atau pun segala stereotype hedon orang luar terhadap fakultas ini. Ternyata di balik itu semua, masih ada sosok seperti Bu Wiwin. Diam-diam saya kagum dan berdoa supaya kelak bisa seperti beliau :)

Nah, bodohnya, pertemuan kedua pekan lalu ada sedikit insiden tak dinyana. Bu Wiwin yang disiplin tapi baik mendengar sayup-sayup bunyi HP. Saya hanya membatin. Kok bunyinya kaya hp nokia kalu mulai dinyalain? Mirip banget sama hp nokia jadulku kalu baru pertama nyala. Dan glek, seketika itu juga, aku baru nyadar siapa lagi yang punya bunyi hp kaya gitu? Pasti bisa dihitung dengan jari. Jaman sekarang kan maunya pada pake BB, i-phone, yang hampir ga mungkin suaranya kaya gitu. Dan ohh, kok suaranya kaya dari deket sini? Aku pun tergagap, mnatap kosong isi dasgrip yang ada di pangkuan dan lengan kiriku yang menopang di atasnya.

Suara Bu Wiwin yang menyelidik bertanya halus namun amat menohok, "Sepertinya ada suara HP. Ini suara HP siapa? Ingat ya kita sudah sepakat di awal waktu, jika ada hp bunyi harus menjajakan seisi kelas!" Rasanya ada palu besar yang memukulku.. Pening... Aduh, bodoh, tolol. Kenapa coba tadi pake di-turn off? Gara-gara lengan tanganku menopang di atasnya, kan jadi tak sengaja kepencet nyala. Huaaaaaaa.......Sisa jam pelajaran itu pun aku resah gak ada habisnya. Niat hati-hati matiin hp malah berabe tau gitu kan tadi cukup silent aja malah aman. Aku cm menyalahkan diriku dlam hati.

Pengalaman HP  itu sangat traumatik. Aku berjanji kejadian HP itu cukup sekali seumur hidup pas SMA di kelasnya Bu Sri Lestari, guru Matematika yang disegani anak-anak. Aku kan lugu hehe ga bakat bohong dan berbuat jahil di kelas. Waktu pake HP itu juga pas genting2nya, nungguin interkom yang mestinya diumumin saat itu juga bikin panik karena udah hampir bel. Dan pengumuman harus diinterkom sebelum bel karena kalu udah bel pada nggak tau pengumuman. Nah, galau gitu langsung deh nyambi pegang HP di laci mencoba mengkoordinasi mereka yg di luar.

Glek. Nama baikku di mata ibunya selama itu pun harus terbayar dengan HP. Konyol. Hubunganku sama ibunya kan lumayan baik secara gue anak baik2. Tapi kata2nya bener2 mak jlep. "Iya neng, kalu kamu itu presiden yang sedang genting mesti pake hape.."  Presiden haahaa... Gila ini pertama kalinya aku bikin masalah HP di kelas. Padahal nih aku ga ada record kaya gini sebelumnya. Dan karena aku gak mau menyia-nyiakan guru dan nggak ngajeni di kelas.

Setelah kelas ingin ketemu bilang jujur kalu tadi murni kecelakaan. Tapi egoku mengatakan justru kecelakaan kan bukan salahku. Aku juga sudah bad mood enggan ketemu dan ngomong takut malah kebawa emosi ya udah ga jadi bilang.

Hari ini sepekan setelah insiden kecil itu. Aku berniat mau langsung membayar hutangku. Hutang punishment karena hp ku bunyi. Kalu nraktir sekelas ga ada duit jadi beli brownies aja deh..

Akhirnya plong. Meski harus nunggu sampai kelas berakhir. Pasalnya, blm bilang apa2 sama ibunya. Jadi ya mash dag dig dug. Apalagi pas ibunya kembali mengungkit-ungkit tentang bunyi hp pekan lalu itu sama aja utang najajain huhu. Akhirnya semua sudah berakhir.. Kesalahan ini bukan disengaja kan aku janji gak akan mengulang kesalahan pertama yang emang anak nakal amatiran :)

Monday, March 12, 2012

Buat Pejuang Temilnas SEF

Sebuah cerita tentang sembilan orang pejuang SEF. Seketika terbangun dari tidur, merenungkan kunci sukses temilnas.

Jendela: "Lihaaat dunia menunggumu!"
Langit-langit: "Bermimpilah!"
Jam dinding: (berdetak) "Hargai tiap detikmu!"
Cermin: "Ayoo majuu.. Jangan ragu!"
Kalender: "This is your time.."
Pintu: "GO and DO the BEST!"

Sebelum pintu menutup, permadani pun memanggil.

Permadani: "Bersujud dan berdoalah.. Allah bersamamu.."

Semangaaat teman2 SEF, doa kami menyertaimu :)


Ide tulisan ini sebenarnya bukan dari saya pribadi. Saya dapat dari sms teman. Efek motivasi yang saya rasakan ketika membacanya menginspirasi saya untuk merombak kalimat2nya sebagai supporting words buat teman2 SEF yang berangkat temilnas hari ini.

Tunggu, aku memang belum saatnya maju bersama kalian. Tunggu aku akan berjuang bersama kalian dengan caraku. Bismillah, Allah bersama kita :)


Menunda untuk Menunda

Akhir-akhir ini banyak yang tertunda. Mungkin gara-gara suka menunda. Kebiasaan buruk. Semua jadi menumpuk. Huaah..

Padahal "Segeralah meneylesaikan satu urusan, kemudian setelah menyelesaikan selesaikanlah urusan yang lain."

Menunda untuk menunda itulah penundaan terbaik. Bismillah, ayo selesaikan ini semua..

Sunday, March 11, 2012

Muslim Child

by Rukhsana Khan

Muslim Child
child of peace,
child of war,
from a far-off distant shore,
what do your black eyes see?

My eyes are not only black.
Sometimes they are blue as the sky
or green as the tropical sea
or brown as the trunk of the palm tree
and every shade in between.

My skin can be black as molasses*
or as pink as the blush on a rose,
as golden as freshly made honey
or dark copper brown as penny
and every shade in between.

I am the richest of the rich
and the poorest of the poor;
as famous as famous can be;
a general's child, pampered bored;
a soldier's child, orphaned by war;
and every rank in between.

I come from many countries,
speaking many languages,
but with one set of beliefs.
**I believe in Noah and Jesus and Abraham,
Muhammad and Moses and in God who sent them
and in every messenger in beween.
(God bless them)

So then,
Muslim Child,
child of peace,
what do your bright eyes see?

I see that we're each a piece in
the puzzle of humanity.
I'll try to understand you
if you try to understand me.
***


*molasses: a thick black sweet sticky liquid produced when sugar is refined (= made pure), used in cooking
**Aku percaya pd Nuh dan Isa dan Ibrahim

Saturday, March 10, 2012

The Pursuit of Happiness


Apakah yang membuat diri kita merasa bahagia? Jika kita merasa cukup dan nyaman dengan apa yang kita punya, apa yang terjadi, dan apa yang kita inginkan. Bila melihat orang lain bahagia meskipun hanya seulas senyuman karena apa yang kita lakukan adalah sebentuk kebahagiaan yang tak terkira. Kebahagian adalah wujud keimanan, rasa syukur atas nikmat yang tak terhitung dan atas kesempatan hidup yang kita jalani (nasihat bijak dari dosen saya pada Jumat pagi).
            Mengawali hari, kami disuguhi sebuah video motivasi tentang Nick ‘something’ yang berusia 23 tahun, seorang master di bidang bisnis, berkarier sebagai motivation trainer. Tak ada yang menyangka orang ini begitu hebat jika diukur dari penampilan fisiknya yang jauuuh dari kesempurnaan. Dalam video itu dia sedang berbicara di hadapan audiensnya. Tubuhnya amat pendek untuk proporsi kepala dan usianya yang sudah dewasa. Ia berdiri di atas meja yang berada di atas stage tanpa kaki dan lengannya. Ya, ia hanya memiliki satu kaki kiri premature dan tanpa lengan sama sekali. Namun, ia sangat bersemangat berbagi motivasi hidupnya. Bagaimana ia mampu berbicara menggunakan telepon meski tanpa kedua tangan dan bagaimana ia bisa berenang bahkan meluncur di board-nya sebagai surfer handal. Hal luar biasa yang dilakukannya ini sangatlah disangsikan oleh rasio akal manusia. Sesuatu yang amat muskil dapat dilakukan manusia dengan kekurangan seperti itu.
            Life without Limits. Itulah buku yang ditulisnya. Tentang bagaimana ia mengarungi hidup dengan menghilangkan segala macam barrier (penghalang) dalam hidupnya. Bagaimana ia mampu bertahan dalam kondisinya. Bahkan ketika semesta belum menerima takdir yang ia dapatkan. Terlahir sebagai anak dari seorang ayah yang berkarier sebagai  akuntan dan ibu yang seorang perawat, ia adalah manusia yang ‘tak diharapkan’ oleh orang-orang terdekat bahkan ibunya sekalipun saat itu. Sebulan lamanya sang ibu belum bisa menerima kenyataan akan bayi yang dilahirkannya hinggu selama itu ia tak sanggup menyusui Nick yang masih bayi. Lambat laun, keluarganya mulai tersadar, jika bukan mereka yang menerima kondisi Nick apa adanya, siapa lagi? Adalah masalah besar yang semestinya menjadi focus orang tua terhadap kondisi anak yang seperti ini bagaimana Nick ketika ia sudah dewasa dan paham dengan kondisinya mampu bertahan hidup? Sejak itulah, Nick dibimbing untuk tegar. Meski ia bebrapa kali berniat bunuh diri. Toh, ia masih bertahan hingga kini sebagai manusia yang memiliki keutamaan dan kelebihan yang belum tentu dimilki manusia sempurna lainnya. Bukankah ketidaksempurnaan fisik yang ia miliki adalah takdir Allah? Bukankah Allah tidak akan menguji seseorang di luar batas kemampuan? Bukankah Rasulullah mengatakan bahwa Allah tak akan melihat seseorang dari keindahan fisiknya, namun hati dan ketakwaan kita kepada-Nya?
            Nick adalah sosok yang berbahagia dalam hidupnya. Dalam menjemput setiap takdir yang ada ia selalu bahagia. Betapa sulit kubayangkan. Sudahkah kita bahagia dengan diri dan hidup kita? Kurasa aku masih belum sehebat Nick. Sungguh malu.
Lantas, apakah yang membuat kita sedih? Merasa kurang dalam hidup yang sudah sempurna? Kesedihan adalah sebentuk kekosongan jiwa. Kesedihan barangkali adalah futur. Keimanan yang mulai melemah. Ghirah, semangat, dan iman yang meluntur. Ya Tuhaaan, lantas salahkan jika ada rasa sedih dalam hati? Kata pak dosen dengan mantap, ya, ada yang salah ketika seorang manusia sesempurna diri kita merasa sedih. Apa kesalahannya? Kufur. Tak bersyukur. Jika kita berkaca pada diri kita, rasanya terlalu banyak hal yang semestinya membuat kita bahagia dalam syukur.
Entahlah, sedikit tertohok, untuk riwayatku yang seseorang dengan kelenjar air mata berlebih. Yang harus kuingatkan pada diriku adalah kesedihan atas keinginan untuk lebih atau selalu merasa kurang. Pasalnya, pertemuan kuliah perdana pekan lalu saja saya tak bisa mengendalikan kelenjar air mata ketika membahas tentang birulwalidain. Terdengar konyol. Begitulah adanya. Begitu banyak tulisan saya untuk ibu. Begitu banyak yang tak bisa saya ungkapkan secara langsung kepadanya. Sebab bukan pernyataan yang ibu butuhkan dari seorang anak. Ibu hanya membutuhkan kepedulianku. Ibu hanya membutuhkan ketaatanku. Ibu hanya membutuhkan wujud cintakku. Ibu hanya membutuhkan kebahagiaan dalam diriku. Ibu maafkan aku.
Katanya, kebahagiaan itu letaknya di sini (di dalam hati). Sesorang pernah berkata, meraih kebahagiaan adalah dengan meraih Hati Sang Pemilik Hati..



*The Pursuit of Happiness itu judul film tentang seorang bapak dan anaknya, tentang cinta, perjuangan, dan pengorbanan. Film lama, jadi agak lupa..


Yogyakarta, 8 Maret 2012

Antara Artis dan Artisan


Ada yang berdesir ketika kata ini tertangkap oleh mataku. Seperti ada angin yang tiba-tiba berhembus dalam rongga dada dan jiwa. Seketika pun tergetar oleh hembusannya. Well, awalnya adalah kata “artisan” yang berkali-kali muncul di Madre, kumpulan cerita Dee, buku yang sejatinya terbit tahun lalu dan baru sempat aku baca. Buku ini ternyata berisi tulisan2 Dee yang beberapa sudah tak asing lagi bagiku semenjak kesukaanku menghibur hati dengan blogwalking di blog Dee.
Artisan sangat mengusikku, terdengar seperti artis dan semacamnya. Setelah beberapa kali kata itu muncul, Dee baru memberiku jawaban bahwa artisan itu jelas-jelas bukan artis dalam pandangan awam. Tampaknya dia ingin membuat pembaca sepertiku penasaran dengan makna kata itu. Dan dia benar-benar berhasil. Membeberkan jawaban pada bagiann yang tepat.
Artisan sesungguhnya bukan artis selebritis seperti pemhaman awamku pada awalnya. Artisan adalah para pembuat roti. Terdengar special, ya? Padahal mungkin benak kita berkata, pembuat roti itu apa coba, biasa saja. Tentu saja bread maker adalah suatu keahlian yang bukan main-main khususnya di luar negeri sana, setahuku. Dan passion menjadi seorang artisan sangat dekat denganku. Bukan karena aku pernah ingin menjadi seorang artisan, tapi lebih karena orang-orang dekatku yang punya mimpi dan ambisi menjadi artisan adonan roti, seperti cerita Madre-nya Dee. Sahabat kecilku yang dulu menghabiskan waktu kecil bersamaku, sering main masak-masak bersama. Saat itu juga, setelah menyelesaikan satu resep masakan dan roti di rumahnya yang menurutku cukup mewah untuk kampong kecilku.. Ia berkata dengan mantap kelak ingin buka pabrik roti. Kalau begitu, aku akan senang sekali berkaunjung ke tempatnya setiap kali, mencicipi rotinya. Kami pun tertawa.
Orang kedua setelahnya, ialah mom. Artisan wanna be yang aku akui kehebatannya. Yang selalu aku rindukan aroma adonan roti panggangnya setiap pagi. Lama sekali aku tidak lagi menghirupi aroma khas itu dan kelezatan roti buatannya. Ah, aku jadi merindukanmu. Aku ingat di antara kesibukannya sebagai single parent, mother of kindergarten kids, ayah sekaligus ibu, sahabat, guru, dan wanita hebat itu adalah artisan. You are really artisan. Buktinya aku merindukanmu bersama aroma khas roti buatanmu. Meskipun beberapa kali kau sempat gagal, entah gosong entah kenapa, makin hari aku makin mencintai roti buatanmu. Masih ingat ketika kita mengunjungi berbagai tempat bernuansa roti. Toko yang menjual peralatan memasak, Le pacclier-toko kue tua ala Prancis di Seattle City, bagel, English muffin, biscuits bersama selai raspberry atau strawberry, blue berry pancakes, homemade pizza, Walla walla market dengan berbagai atribut memasak yang selalu membuatku iri.. Hha, pasalnya, tradisi makan dan life style orang kampong beda banget. Tak ada romansa yang sangat terasa seperti di kota Walla Walla. Ya, stidaknya, romansa yang terasa berbeda. Celemek, sapu tangan makan yang beraneka warna jumlah variasinya yang selalu menghiasi meja, tisu bergamabar lucu-lucu tak pernah absen dari dapur dan meja makan. Walaupun aku turuti saranmu membawa kenangan ini pulang dengan membeli celemek atau aneka ragam sapu tangan makan tetap tak bisa menjadi bagian hidup kami. Kami terlalu sederhana atau tepatnya terlalu tidak terbiasa hal tetek bengek semacam itu. Makan ya makan. Masak ya masak. Tak perlu barang-barang seperti itu. Yang menurutku di situlah cita rasa dan romanasa itu ada. Dalam kehangatan perapian, cerita malam menghiasi waktu terindah bersama saat makan malam tiba. Cerita tentang hari yang kita lalui. Dan, dongeng sebelum tidur. Tentu saja suasana yang sangat kurindukan. Terutama setelah kini aku tak bisa lagi menikmatinya. Tentu aku tak bisa memakasa hal begini di tempat yang tak memiliki tradisi yang sama. Suata saat, jika Tuhan mengijinkan, aku ingin menghidupkan cita rasa dan romansa di naunganku kelak. Pasti menyenangkan. Rumah adalah istana. Setidaknya aku percaya itu. Seandainya kita penghuninya mau membangun kastil itu bersama dengan kasih sayang.
Aku mulai ngelantur. Kembali kepada artisan yang kukira artis pada awalnya. Ternyata aku salah, terjebak dalam istilah. Dan seketika aku teringat kata artis, saat itu juga aku ingat kata-katamu. “Isna, you are an artist!” Sungguh kata-kata itu aku resapi dalam batinku berbeda dengan ungkapan orang-orang tempat asalku yang mengatakan, “Ciee, isna artis!” Haha aku tak ingin menyalahkan mereka yang mencoba mengungkapkan dan mengekspresikan hal ini terlepas niat dan ketulusan mereka dalam memaknai ucapan mereka yang hanya Tuhan dan malaikat yang tahu. Yang jelas ini (artist dan artis) dua kata secara bahasa sama tapi dalam pemaknaan hatiku memiliki sense berbeda. Bagiku, being an artist means, expressing yourself, being who you are. Dan ketulusan kata ini terasa dalam ketika orang-orang khususnya mom dan Lili, mengungkapkannya padaku. Mengapa? Sebab aku tak pernah ingin jadi artis. Mungkin aku punya potensi untuk itu. Dan setiap orang pasti punya! Artis terasa hina buatku dan lingkungan asalku. Semacam idol yang sesungguhnya seperti berhala, seperti dari satu sumber yang memaknai idol adalah berhala. Meskipun dipuja, sama saja jadi berhala. Sama-sama hina. Sealin itu juga, ada banyak hal dari dalam diri yang masih bisa dicari selain artis.
Sebenarnya ada asumsi yang salah tentang artis. An artist adalah seorang seniman, begitu aplikasi translasi dictionary di komputer berkata. Ketika kita mencari terjemahan dari idol yang muncul adalah berhala, yang selalu dipuja. Sedangkan, celebrity artinya  orang yang terkenal. Jadi sejatinya artis, idol, dan celebrity memiliki makna yang berbeda.
Sense-ku berubah ketika mom yang mengatakan “You are a good artist”. Sebab, an artist is more than just celebs yang in general (though not all of them) sok penting dan sok tenar itu. Ya, aku tahu makna mereka. Aku menjadi artis dengan hatiku denga cinta yang masih hidup dan membuatku hidup. Ia hidup dalam senyum, air mata, puisi, lagu, dan coretan lainnya. Buktinya, sebuah coretan sketsa pensilku bergambar seorang ibu yang mendekap seorang gadis kecil, dialah mom dan Lili. Sketsaku, a fiddler on the roof, buat papa setelah tiket menonton teater Fiddler on The Roof di Spokane. Sebuah vas abstrak di kelas Pottery yang kupersembahkan untuk guru sastra yang membuatku semakin cinta pada kekuatan kata, Ms. Dohe. Spring Morning ataupun Waltz in A Minor saat recital. O Ina ni keke. Sigulempong. Dan setiap rasa yang kita simpan dalam hati kita. Semuanya. Indah.
Artist, setelah pengembaraan setahunku dalam pencarian mozaikku, aku maknai sebagai seseorang yang menjadi dirinya. That’s it. Jika Lili bercita-cita jadi artist, aku maknai sebagai seorang seniman dengan lukisan tangannya, atau seniman apa adanya. Bedanya, dia tau dan punya jalan untuk passion-nya itu. She’s lucky. Dia hidup dengan dinding karya-nya, tempat di mana dia bisa memajang semua art stuff-nya, kamar pribadinya, piano, dan cinta. Astaghfirullah, Tuhan lebih tahu dan adil. Aku tidak boleh merasa kurang dengan apa yang kumiliki. 
Tak seperti bintang di langit,
Tak seperti indah pelangi,
Karena diriku bukanlah mereka,
Ku apa adanya.

Menjadi diriku,
Dengan segala kekurangan,
Menjadi diriku atas kelebihanku..

Tetap aku bangga atas apa yang kupunya,
Setiap hari kunikmati anugerah yang tlah kumiliki.. :) 


-Edcoustic-

Aku sangat bangga pada Lili, kecerdasan dan bakatnya. Itu sudah cukup membuatku bahagia semestinya. Aku bersyikur dengan ini semua. Karena dia telah menghidupkan jiwaku dengan impian dan kepolosannya. Karena dia, aku belajar dan memahami cinta dan hidup. Karena mom, aku yakin “I will, when  I believe” (lagunya Mariah Carey atau David Archuleta-When You Believe).
Yaaaaa.. semuanya adalah masa-masa yang menyenagkan meski mungkin hanya kenangan. Menjadi Chairil Anwar dalam “Doa”-nya. Menjadi Taufik Ismail dalam “Stasiun Tugu” ataupun Toto Sudarto Bachtiar dalam “Pahlawan Tak Dikenal.” Menjadi Sulis dalam sholawat nabinya. Menjadi diriku dalam coretan-coretan.
Sayangnya, artist adalah seniman yang di tempat asalku sense-nya berbeda. Mungkin begitulah paradigma. Menjebak. Sulit memahaminya. Yang jelas, aku tak peduli apakah aku artis atau artisan. Yang jelas, aku ingin hidupku seperti an artist yang aku maknai sebagai hidup sebagaimana dirinya dan mencari makna hidup dengan hati untuk menemukan dirinya, scientist yang punya ilmu yang tau bagaimana menjalani hidup, dan seorang yang beriman yang tau jalan pulang dan tempat bernaung di manapun kaki ini menapak.
Aku tak menyangsikan mereka. Aku benar-benar yakin dengan kata-kata mereka setelah proses yang lama. Menggema dalam kesendirian dan perenungan. Memaknai ini semua meski belum seutuhnya. Paradigma memang sangat menjebak. Aku mencoba meraba dalam kegelapan paradigma. Sungguh ingatkan aku jika aku mulai terjebak dalam paradigma atau bahkan dalam kebahagiaan semu. Tuhan, ingatkan aku hingga aku paham. Sebab aku tau aku hanya membutuhkan cahaya-Mu, bukan cahaya semu. Aku mencari cahaya. Di manakah? Mungkin ada di dalam diriku sendiri. Di dalam hati ini. Najma. Bintang yang mencahayai dirinya demi sinarnya yang akan mencahayai sekelilingnya. Nurisma Najma Al-Batin. Tuhan, kuharap dengan Al-Batin yang hanya Engkau yang memiliki. Cahaya itu hanyalah cinta-Mu. Al-Batin, cahaya yang tersembunyi namun dekat, dekat dengan makhluk-Nya. Biarpun cahayaku tak benderang, tersembunyi. Kuharap cahaya itu dekat dan mendekap kita dalam dekapan cinta-Nya. :)

Yogyakarta, 10 Maret 2012 





Catatan:
"madre" artinya ibu... sedangkan dalam cerita Dee, ternyata adalah adonan roti lol