lovely picture

Saturday, August 30, 2014

Maha Perencana


"Dan berencanalah kalian, Allah mmebuat rencana dan Allah sebaik-baik pembuat rencana." (Ali Imran:54)

"Innal muttaqina fiijannatin wa nahaarin fii maq’adis shidqin ‘inda malikin muqtadirin. Sesungguhnya orang-orang yg bertakwa itu berada di dalam taman-taman dan sungai-sungai, di tempat yang disenangi di sisi Allah Yang Maha Kuasa." (ayat terakhir dalam surat Al Qamar)

Baru saja menamatkan Mahkota Cahaya untuk Ayah Bunda. Rasanya jauh sekali dari seorang anak kecil sehebat Hafiz. Tidak ada kata terlambat hanya saja menjaga dan menambahnya tak semudah mengangankkannya.

Ada pesan moral menarik di bagian akhir buku itu yang sangat membuat saya merasa menapak tilas kejadian belakangan ini. Allah itu mengabulkan doa orang-orang yang berdoa dengan sungguh-sungguh. Ya, seandainya Allah belum berkenan mengabulkan doa yang kita panjatkan artinya Allah sedang mempersiapkan rencana indah lain untuk kita. Allah ingin kita berusaha lebih keras dan terus memohon kepadanya. Pesan moral itu tersampaikan lewat tekad Hafiz menamatkan hafalannya. Ketika sang kakek mahagurunya akhirnya pergi sebelum dia berhasil merampungkan dua juz, dia pun merasa bersalah dan bertekad untuk menggapai apa yang diharapkan kakek serta bapak ibu yang telah mendahuluinya. Yakni menjadi seorang hafizh yang menjaga hafalan Al Quran dan menghadiahkan mahkota cahaya untuk kedua ayah bunda.

Kisah itu menjadi menarik dengan adanya sebuah perspektif pendidikan, Hafiz yang dididik kakek satu-satunya untuk mengkhatamkan Al Quran terlebih dahulu baru kemudian diperbolehkan mengenyam bangku sekolah. Hafiz yang cerdas dan selalu ingin tahu begitu inginnya masuk bangku sekolah. Pertemuannya dnegan Pak jafar dan keisengannya belajar di bawah jendela demi mendengarkan apa yang diajarkan para guru di sekolah. Namun, sebelum ia mampu memenuhi syarat masuk sekolah dari kakeknya itu kakek telah pergi meninggalkannya. Di tengah kegundahan dan ketakutannya akan kegagalan mengkhatamkan dan menjaga amanah hafalan dari kakeknya, Hafiz memutuskan untuk nyantri ke kota di Surabaya. Ditinggal pergi sang kakek, hafalannya seperti tiba-tiba hilang. Dia jatuh sakit dan ketakutan. Pertama kalinya dalam hidupnya dia memutuskan menyelesaikan hafalan dengan mengikuti pesantren Ramadhan, ia pun pertama kalinya keluar dari pulau terpencil dan menyeberangi selat demi berguru di sebuah pesantren. Hafiz yang buta huruf karena tidak pernah mengenyam pendidikan sekolah formal itu pun mengalami lika-liku di tengah pengembaraannya. Mulai dari bertemu orang jahat, masuk kantor polisi, sampai bertemu dengan seorang Kak Faza yang kemudian menuntunnya ke jalan yang dia cari.

Kira-kira segitu dulu cuplikannya. Pesan moral itu sangat relevan dalam kehidupan keseharian manusia. Bahwa seringkali kita mengejar sesuatu entah yang berorientasi dunia maupun ukhrawi. Namun, sebaik-baiknya adalah segala urusan yang meskipun ia duniawi diniatkan untuk beribadah sehingga ukhrawinya pun dapat diraih. Pun ketika seorang Hafiz yang cita-citanya sederhana ingin sekolah seperti anak-anak lainnya maka dia harus mampu memenuhi amanah kakaeknya untuk mengkhatamkan al quran serta amanah orang tua yang mengidamkan anaknya menjadi hafizh sesuai namanya tak serta merta jalan yang di hadapannya lurus dan bebas hambatan. Niat suci itu pun tetap diuji sampai Allah memberikan bantuan lewat pertemuannya dengan Pino maupun Kak Faza yg bisa mengantarnya ke tempat tujuannya. Ya begitulah. Yakin saja Allah selalu siap memberikan bala bantuan. Selalu siap mengarahkan kepada jalan-Nya. Karena Allah dulu, Allah lagi, Allah terus, kata Yusuf mansur. Ya apapun rencana Allah. Meskipun kadang yang kita citakan tak terpenuhi, itu memang istimewanya kehidupan. Bahwa kadang kita begitu mengingkan atau menyukai sesuatu padahal belum tentu sesuatu itu baik untuk kita, dan kadang kita begitu membenci sesuatu padahal itu baik bagi kita. Allah tahu apa-apa yang terbaik untuk kita, yang paling kita butuhkan, sedangkan kita tidak mengetahuinya. This is such a lovely ayah regarding all the mysteries we found in life that the humankind cannot reveal the reasona why. It’s because Allah the One who knows the best, the best planner.

Tak pernah sebelumnyasaya membayangkan semua ini akan terjadi begitu mudah. Pengalaman pahit dengan beberapa insiden yang tidak diharapkan terjadi kadang membuat trauma tersendiri. Namun, Allah tahu apa yang saya butuhkan. Dan Allah tahu bahwa tak ada yang bisa membuat saya lebih tegar dari seorang lemah seperti saya melainkan ridha ibu yang menjadi ridha-Nya. Alhamdulillah, akhirnya dimudahkan untuk mendapat kesempatan  bisa belajar banyak dari beliau-beliau yang selalu menginspirasi sebelum tidak ada lagi kesempatan untuk benar-benar belajar dari beliau.


Untuk Ibu Wulan dan Pak Irfan yang saya rasakan seperti malaikat penolong yang dikirim sama Allah, terima kasih untuk semuanya. Tidak tahu lagi bagaimana membalas kebaikan beliau-beliau, semoiga Allah melimpahkan rahmat dan pertolongan pada beliau2. Pada titik di mana saya sedang mencari jalan dan pencerahan, Alhamdulillah wa syukurillaah. J Bismillah mohon doanya bisa menjaga amanah dari ibu Wulan, bisa belajar lebih dari teori yang mengendap di buku Horngren, tetapi nilai yang bisa diambil dari kesempatan belajar ini, pembelajaran hidup kini dan nanti.  Bisa juga membagi manfaat untuk mahasiswa yang sedang berjuang untuk mempelajari ilmu ini. Ilmu yang multiperspektif, dapat dilihat sebagai (1) seni karena adanyasubjective judgment, (2) science-ilmu karena dapat dikembangkan secara ilmiah melalui hipotesis dan pengujiannya, dan (3) technocracy yang bersifat preskriptif dan regulatif. Ilmu yang dimuat dalam ayat terpanjang di dalam al quran (al baqarah:282). Ilmu yang di zaman nabi begitu mulia sehingga hanya para hafizh/ah yang mampu mengemban amanah dalam ilmu tersebut. Accountics atau accountology menurut istilah Bambang Sudibyo dalam Teori Akuntansi. Ya, embrio pemikiran kompleks sebuah positivisme dari sekedar accounting yang normatif.
Ridha Allah, bisakah kita raih hanya dengan logika dan hitungan manusia?Apalah artinya jika masih saja memikirkan kepentingan diri sendiri. Jleb. Niat dan tawakkal. (Catatan pencerahahan dari pak Irfan sekembali ke kampus. KKN benar-benar membuat saya kangen kuliah hehe. Terima kasih banyak Pak Irfan :)) 

Wednesday, August 20, 2014

Keajaiban-Keajaiban

Teruntuk kawan seperjuangan,
Selamat membuka lembaran baru perjuangan. Selamat berkarya permata-permata bangsa!
Pada titik manapun kita berada, di belahan bumi manapun kita berjalan, di puncak manapun kita berpijak kini, selamanya kita saudara seperjuangan. Melangkah di atas bumi yang sama, menatap langit yang sama, dan mensujudkan diri untuk selalu kembali kepada-Nya.

Semoga pengembaraan ilmu menjadi rahmat bagi semesta. Keyakinan dan doa semoga menguatkan setiap langkah. Barakallaah, blessing’s in your graduation day. May Allah bless you all the way.

Akan merindukan sosok-sosok kalian, teman-teman. Sama seperti ketika saya menginjak tahun terakhir sma. Doakan saya tahun depan mengikuti jejak kalian.

Haru. Begitulah rasanya melihat kawan-kawan seprjuangan telah menuntaskan studinya. Saya harus berjuang lebih keras. Setiap orang memiliki jalan masing-masing dalam hidupnya. Dan ijinkan saya ya Allah mengikuti jejak mereka, menyelesaikan studi dan memberikan yang terbaik untuk kedua orang tua saya.

Selepas bertemu kawan-kawan, saya melangkah ke FEB. Ah saya lupa, banyak mahasiswa baru yang sedang menghabiskan makan siang di sepanjang selasar. Wajah-wajah baru dan perasaan terdalam itu ialah tiba saatnya menjadi angkatan senior. Menyapa beberapa junior yang terheran-heran melihat saya berkeliaran di kampus hehe.

Selepas dhuhur, saya menyusuri lantai dua sayap selatan. Berkali-kali melongok ke ruang sekber. Sepi. Iya ini masih jam 12.20, tampaknya masih istirahat. Mengitari lantai dua dan mengingat kejadian beberapa hari yang lalu. Ketika pertama kali ke kampus untuk mengurus administrasi asisten setelah hampir dua bulan, saya menemui akademik ada Pak Yoga dkk yang saya salami. Miris juga komentar yang terlontar dari beliau. "Kok makin kecil aja?" Saya balas dengan senyum. "Iya Pak, namanya juga lagi KKN. Terakhir menimbang berat badan saat membantu posyandu balita di Dusun Drono. Ya, turun lima kilogram. Tapi lucu juga sekarang malah jadi akrab dan melucu dengan beliau padahal waktu masih maba hal yang paling mengganjal adalah ketika harus berhadapan dg akademik karena pelayanan yang bagi sy yang masih maba saat itu merasa kurang dihargai. Tak kenal maka tak sayang. Setelah megenal baik ternyata beliau-beliau sanagt menyenangkan. Jadi malu karena pernah bersitegang ketika kami mengurus ijin ruang. Alhamdulillah sepertinya kejadian sekian lama itu sdh sama-sama dimaklumi.

Di ruang sekber saat tengah mengisi beberapa berkas, seseorang menyapa, "Anda semester depan mau jadi asisten siapa Mbak? Sebelum saya menjawab beliau menimpali. Mau jadi asisten saya Mbak?" Saya mendongak terkaget-kaget. Speechless. "Wah iya baik Bu. Dengan senang hati Bu. Kalau begitu saya tulis rekomendasi atas nama Ibu ya?" "Iya ditulis saja begitu." Alhamdulillaah batin saya. Bertemu dg orang yg tepat pada saat yg tepat. Allah itu sutradara paling keren memang.

Ikatan batin saya seringkali selalu lebih kuat dengan pengajar wanita entah kenapa mungkin krn mereka begitu keibuan. Pengajar bapak-bapak juga beberapa sangat berkesan seperti pak Jumiran, pak Hamid, pak Irfan, pak Elan, pak Akbar dll. Beruntung sekali pernah bertemu mereka. Semester depan mungkin sudah tidak bisa lagi bertemu ibu Wiwin. Beliau sosok yang tak pernah saya bayangkan adadi kampus seperti ini. Beliau pernah saya tulis dalam blog juga. Ketika saya pikir kampus ini sesuai dengan citra dari luar yang melihatnya sanagt borju, kapitalis, atau apalah yang semacam itu. Di sisni saya menemukan sosok yang meneduhkan seperti bu Wiwin dan bu Wulan juga. Semester lalu baru mendapat kabar Bu Wiwin mundur dari dosen karena ingin menjadi istri yang baik. Jleb. Beliau pernah curhat dnegan saya tentang anaknya yang masih kecil yg tdk bisa ditinggal ketika beliau mendiskusikan jadwal konferensi suatu ketika. Dan akhirnya beliau benar2 akan kembali kerumah dan mungkin sulit untuk ditemui sosoknya di kampus. Syukurlah pernah mendapat kelas beliau. 

Suatu ketika saya mendapat nilai jelek di Akuntansi Keunagn Menengah II. Saya tidak tahu kenapa saya sangat tertekan di kelas tsb. Jadwal yang sangat tentatif, bahkan kelas bisa selesai jam 8 malam meskipun peraturan fakultas sdh berubah ya krn jadwal dosen yg sulit. Pernah juga segelas air mineral melayang menabrak tembok di kelas itu. Sangat mencekam. Saya benar-benar tdk merasa enjoy di kelas tsb. Akhirnya saya merasakan yg namanya kegagalan. Saya pun mengulang mata kuliah itu di kelas AKM II Ibu Wiwin, alhamdulillah hikmahnya jadi bs ketemu ibu keren dunia akhirat itu. Terimakasih ibu, atas inspirasi dan pelajaran yang diberika. Saya selalu kagum dg cara ibu membuat kami belajar dan memahami materi dg mudah :") Saya sangat berterima kasih pernah bertemu dan belajar dari ibu. Di manapun ibu berkarya kini, ibu telah melakukan dan meimilih yang terbaik. Semoga Allah ridha dg keputusan ibu. Semoga menjadi keputusan terbaik ya meskipun akan banyak anak-anak Akuntansi yg kehilangan dan merindukan sosok ibu di kampus. 






Sunday, August 10, 2014

The Light upon The Light

"People say that before humankind stands only distance. And its limit is the horizon. As the distance is crossed, the horizon moves away." (Toer, 1925)

Sebuah ruang yang lapang. Semburat cahaya menembusnya. Cahaya di atas cahaya. Putih. Sebuah ruang rindu. Lapis-lapisnya menyinari jiwa. Kata Azharologia, “ketika ekspresi rindu adalah doa, tak ada cinta yang tak mulia.”

Mengapa Tuhan menciptakan sesuatu yang jika bagian itu baik maka baiklah seluruh bagiannya? Mungkin agar kita dapat merasakan hal-hal sederhana dengannya. Kemudian dari riak-riak rasa itu Tuhan ingin menguji ikatan yang pernah kita ucapkan kepada-Nya. Alastubirabbikum...Balaa syahidna.. (Bukankah Aku yang menciptakan? Iya Engkaulah Sang Pencipta). Allahu Rabbi... Terima kasih atas setiap detak jantung, hela nafas, dan denyut nadi ini. Wajah ibu, bapak, mbak, dan sahabat-sahabat adalah kebahagiaan tersendiri dalam hidup. Semua ini adalah Cinta tiada batas. Jadikanlah anugerah ini semakin mendekatkan kami kepada-Mu. Segala puji bagi Allah.


Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat per­umpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. 
(QS. An-Nuur:35)

Catatan selepas sharing kewirausahaan duet bersama ibu dalam pertemuan PKK. Terharu bisa presentasi bareng Ibu. Terima kasih Ibu sudah mau-maunya datang. Nice presentation :)


Dukuh, 10 July 2014


Saturday, August 9, 2014

Kerikil dan Batu-Batu Kecil

Gemetaran. Suaraku bergetar. Tubuh ini tidak lagi bersahabat. Pening sekali. Aku kaget dan sangat menyesal. Baru saja aku memukul meja dan berteriak kencang memecah keramaian yang semakin brutal. “Jika kalian memang tidak mau mengerjakan, bisa kan tenang dan menghormati teman-teman yang ingin mengerjakan?” Apa yang terjadi? Kenapa aku jadi begini?

Anak-anak laki-laki setengah remaja di hadapanku mulai membrutal. Membawa korek api dan mengibaskan apinya seolah api adalah benda yang sangat indah dan membuatnya bangga. Aku menelan ludah. Apa-apaan ini?

Momen-momen yang sangat emosional dan melelahkan. Tentu saja ini bukan pertemuan pertama. Sebelum libuur lebaran, kami sudah pernah bertatap muka. Dan kelas ini kelas V adalah kelas yang paling melelahkan. Anak-anak putrinya sangat rajin sedangkan anak-anak putranya… Kelakuannya na’udzubillah seperti preman.

Aku memaksa mereka menulis. Ya, menulis apapun tentang Lingkungan Sehat. Aku ingin seperti Suhada dalam Matahari di Atas Gilli, dia akan membawa anak-anak Gilli menyusuri keindahan Gilli. Mengeksplorasi alam dan menulisnya dalam kata-kata. Tapi semua desain program itu hanya mimpi. Sekolah ini bahkan tak punya cukup taman hanya beberapa petak tanah dan gedung seadanya. Tingkah mereka seolah-olah anak kota karena jalan raya di hadapan sekolah itu jalan tol uatama penghubung langsung antara dua kota, Jogja dan Magelang. Lalu, dengan kondisi begini melayani mereka tak semudah bayangan ku.

Awalnya aku menolak mengaplikasikan program menulis ini untuk kelas V karena sejak pertama kali masuk di kelas itu untuk sosialisasi menabung dan membuat celengan aku merasa tak sanggup menghadapi anak-anak itu. Lalu, aku ingat Pak Markus wali kelasnya yang sangat sabar dan antusias meminta kami mengajari Matematika, Pramuka, dan muka ramah dan selalu tenang itu. Bagaimana beliau bisa menghadapi anak-anak itu setiap harinya? Sehari setelah berteriak di hadapan mereka aku menyesal sekali. Tapi apa mereka bisa membaca hati nurani? Atau bahkan mereka tak peduli? Bukankah kerasnya batu bisa dilunakkan oleh air yang terus mengalir?

Akhrnya program ini pun tetap dijalankan di kelas V dan VI. Sedih sebenarnya karena sesungguhnya aku berharap lebih dari seperti ini. Sedih karena aku harus menyaksikan bahwa anak-anak itu telah salah mengonsumsi media dan informasi. Apa kau tidak miris ketika menyaksikan betapa liarnya mereka menulis k*mcil, c*u, dst, pada mading yang susah payah dibuatnya? Bahkan aku tidak tahu itu apa sampai temanku memberitahuku. Aku sudah berkaca-kaca saat mereka memberontak. Tidak tahu lagi bagaimana cara meladeni anak seperti itu. Yang jelas aku tidak mau terlihat lemah di hadapan mereka. Karena dengan fisikku yang tampak kecil mereka sudah cukup bersikap keterlaluan. Kami bersusah payah meminta mereka menghapus atau memotong tulisan2 macam itu.

Namun, ada seorang anak di antara grup anak nakal itu yang sungguh-sungguh menulis. Ketulusan itu bisa dibaca dengan hati tentu saja. Maka di akhir program aku memberinya hadiah khusus. Terima kasih ya Nak, jadilah diri sendiri.

Mungkin sejak kejadian itu aku berharap tidak akan kembali ke kelas itu lagi. Tidak akan. Aku tidak mau lagi bertemu dan meladeni mereka. Hari ini entah kenapa tiba-tiba anak-anak itu menghampiriku. Kapan mengisi Kelas V lagi? Dan aku bilang programku tinggal untuk kelas Vi saja. Melihat muka Inggit, Mahes, dan anak-anak lain yang kecewa aku tak tega. Aku pun berkata, “Aku mau mengisi lagi kalo Pak Markus mengijinkan.” Mereka tiba-tiba berlari ke arah ruang guru. Berteriak dari balik jendela kerja pak markus dan kembali kepadaku dengan girang. Boleh Kak boleeeh  kata pak Markus. Boleh? Baiklah.

Aku ingin bercerita tentang Rumah Tanpa Jendela, sebuah judul film yang diangkat dari cerpen Rumah Rara yang ditulis Asma Nadia. Rumah Rara dulu jaman SMP pernah baca di antologi cerpen yang ada di koleksi Perpusda Bantul. Waktu itu asma Nadia belumlah seterkenal sekarang. Harapanku mereka bisa melihat realita antara ketimpoangan yang ada dalam kehidupan. Mereka bisa belajar ketulusan dan kesungguhan dalam meraih cita-cita meski dalam kondisi sekurang apapun.

Aku takjub. Si bosnya geng anak putra itu tiba-tiba jadi antusias  mengikuti. Ada apa gerangan? Malah anak-anak lainnya yg masih ngeyel ga mau ndengerin. Pada akhir kelas aku bagikan sekotak tim tam yg tersimpan di tas untuk yg bisa menjawab pertanyaanku. Mereka terlalu polos atau mereka terlalu cuek sampai tidak mengerti apa makna rumah tanpa jendela? Tidak tahu presiden pertama Indonesia? Miris karena mereka menjawab Soeharto presiden pertam a RI. Tapi aku bangga ada anak laki-laki pendiam di kelas itu yang sepertinya sih sering dianiaya hehe bisa menjawab nama pencipta lagu Indonesia Raya. Sedihnya dia ga bisa jawab 25x4. Lalu aku menyuruhnya menghitung perkalian di depan papan tulisa sampai benar sampai semua anak sudah pulang duluan. Tuh kan bisa kalo berusaha.

Ketika anak-anak berebutan keluar untuk pulang, kami menahannya dan meminta mereka untuk menutup dulu dengan doa. Aku tahu sekali mereka tak saabar utk pulang. Berdoa sekejap berpura-pura seolah sudah berdoa dengan posisi berdoa yang seenaknya, sangatlah tidak khidmat. Tentu saja mereka takkan aku pernolehkan pulang sampai mereka berdoa sungguh sungguh. Akhirnya, bos dari anak-anak itu pun dengan sikap serius memimpin doa. Tahukah Nak, aku terharu. Terima kasih, lelah itu tiba-tiba hilang. Mungkin beginilah perasaan guru-guru kami menghadapi anak-anak yang beraneka ragam.





Monday, August 4, 2014

Pada Nadi-Nadi Sungai

"Bila kukatakan padamu
telah kutitipkan semua salamku pada nadi-nadi sungai,
pernahkah ia benar-benar sampai padamu?"

*diangkat dari quote Fahd Djibran


Tong-Tong Sampah


“Bekerjalah, maka Allah, rasul, dan orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu.”

Tidak terasa KKN sudah memasuki bulan Agustus.. Ya Allah waktu kami tinggal 24 hari.. Antara bahagia bisa segera pulang, sedih karena akan merindukan anak-anak dan suasana Dukuh yang sudah mulai homey, dan takut karena pekerjaan belum mencapai target perencanaan. Bismillaah semoga kami dimudahkan dalam menyelesaikan setiap rencana yang telah kami buat. Sebuah grand design menuju Dukuh Dua Ribu Tiga Puluh sebagai desa siaga aktif mandiri dalam kesehatan, pelestarian lingkungan, dan ketahanan perekonomian.

Suasana rumah Dukuh semakin nyaman, dengan kloset yang telah diperbaiki sehingga tidak perlu ke masjid atau SPBU, anak-anak yang mulai nyaman bersinggah, serta pemuda/i yang mulai mau bergabung dalam diskusi kami. Anak-anak dusun lain juga paling senang datang ke sini. Ya karena mereka ga perlu sungkan dg keluarga pak dukuh dan alhamdulillah melimpahnya supply makanan di sini. Kami punya tetangga-tetangga nan baik hati. Seorang nenek yang kedua anaknya sudah mapan tinggal seorang diri kerap kali membagi makanan yang ada di dapurnya. Beliau orang pertama yang kami temui saat survei pertama kami ke dusun tsb. Saya ingat betul eyang kos yang tinggal sendirian dan beliau hanya membutuhkan teman untuk menghabiskan waktu senjanya. Itulah mengapa kami sellalu dianggap cucunya. Begitu pula ibu penjual warung depan rumah, beliau sangat baik suatu hari kami tidak punya apa-apa untuk makan. Akhirnya kami ke warung beliau membeli apapun sayur yang tersisa. Dan persediaan bumbu kami memang habis. Beliau baik sekali membonusi bumbu-bumbu untuk kami sehingga kami tidak bingung mencari ke mana krn pasar yang buka di sore hari sepertinya tidak ada di sana.

Namun demikian, selalu ada hal yang membuat kita terjatuh yang seharusnya menjadi media evaluasi dan cambuk semangat untuk membuktikan tanpa banyak bicara. Saat pertama kali silaturrahim dengan ibu pengurus masjid. Saya ditemani dua kawan KKN saya (defika dan dea) mendapatkan feedback negatif. Saya tidak pernah menganggapnya sebagai cibiran. Alhamdulillah. Waktu itu suasana agak memanas, melihat raut wajah dua orang teman saya bisa terlihat jelas bahwa mereka sangat tidak senang dengan perlakuan kurang welcome tersebut. Tapi saya tidak ingin kesan pertama kami buruk. Saya juga tidak menduga beliau akan menuntut dan meng-underestimate kami, menyangsikan kemampuan kami. Apalagi setelah tahu kami akan ijin beberapa hari untuk pulang kampung. Saya hanya mengiyakan semacam curcol beliau dan menunjukkan niat baik untuk melakukan sebisa kami. Itu saja. Semuanya selesai. Kami membantu apa yang bisa kami lakukan di masjid setempat. Mungkin tak banyak tapi kami ingin membuktikan bahwa kami tidak ingin banyak bicara, kami ingin melakukannya sederhana dan setulus yang kami bisa. Alhamdulillah, beliau sudah sedikit lunak dan lebih ramah selepas lebaran. Plong rasanya.

Cambukan berikutnya, siang tadi saat teman-teman tengah membersihkan tong-tong sampah di rumah nenek yang baik hati (kami pinjam halaman beliau karerna halaman pak dukuh tak cukup luas), ibu tetangga lainnya datang menghampiri. Mengawasi setiap kerjaan kami. Drum-drum bekas oli dan tong plastik bekas tsb akan kami sulap menjadi tong sampah untuk mendorong warga memilah-milah sampah dan tidak membuang sampah sembarangan. Banyak sekali komentar  yang diberikan. Maksudnya baik tetapi siapakah yang tidak gundah ketika disebut-sebut “tidak bisa bekerja”. Saya maklum sekali sebagai mahasiswa yang memiliki bobot sks lebih banyak teori dan strategic thinking kami sangat kurang dalam hal teknis. Hal sepele seperti mengelupas bekas tempelan (stiker) kami hnaya menggunakan cutter karena barang paling simpel yang ada, tak pernah terpikir untuk memakai grenjeng krn kami juga tak punya (untuk mencuci kami hanya menyediakan stok sponge saja). Wajarlah beliau gemes. Tapi wajar pula jika kami gemes. Hehe. Drum bekas oli-oli tidaklah bersih diguyur air kami butuh bensin, thinner untuk membuatnya benar-benar bersih. Kami habiskan semalaman untuk mempersiapkan tong yang diminta pak dukuh untuk acara jalan sehat tempo hari. Setelah trial and error yang subhanallah menguras tenaga. Ya, di tengah malam, semburat sabit menemani kami melembur mengecat. Total tong sampah yang digunakan sekitar 18 buah.

Kami memang tak butuh orang-orang untuk melihat pekerjaan kami. Karena pekerjaan kami tidaklah seberapa. Mungkin kami memang hanya mhasiswa biasa yang belum cukup terlatih untuk bekerja secara teknis. Mungkin kami hanya seonggok sampah yang tampak buruk. Tapi kami akan menjadi sampah yang berguna dan bernilai. Karena kami bertekad dan berusaha mengubah sampah menjadi prooduk daur ulang yang bernilai guna hehe J (efek program sampah daur ulang)

KSM yang menjadi partner dalam pengelolaan limbah sampah adalah KSM Ngudi Resik.. Setelah semua surat pengurusan ke Dinas Pekerjaan Umum beres kami benar-benar shock karena cap yang dibuat oleh pak Dukuh bertuliskan KSM Ngudi Resick… Speechless.

*Catatan ngelantur seorang yang menghabiskan waktu sahur dalam keheningan. ketika semuanya tengah terlelap. Ini bukan  yang pertama. Just be happy. Walla Walla sudah banyak mengajari semua ini. Blessing in the month of Ramadhan, note yang Mom tulis di atas meja dapur kami pada malam Ramadhan pertama. Blessing in the month of Syawal, I cheered myself. J