Prospek Industri Gula bagi Perekonomian Daerah
oleh
Nur Isnaini Masyithoh
Pendahuluan
Menurut hasil survei
Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI), potensi pengembangan
industri gula masih terbuka di berbagai kawasan di luar Jawa, seperti Papua,
Maluku, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Tengah, dengan area
seluas 800.000 hektar. Hal ini mendukung salah satu misi pengembangan industri
gula yaitu mendorong industri pabrik gula ke luar Pulau Jawa yang sejalan
dengan rencana pemerintah 2010-2014 dalam inventarisasi sumber daya lahan yang
sesuai pada skala detail di seluruh Indonesia (antara lain Merauke, Tinanggea,
Sambas, dan Rumpat).
Gula
yang merupakan produk olahan dari hasil pertanian tebu memiliki kisah
tersendiri di bumi nusantara. Menurut catatan sejarah, sejak tahun 400-an
tanaman tebu telah ditemukan di Pulau Jawa dan Sumatera. Namun, usaha untuk mengkomersialkan
tanaman tebu baru dimulai pada abad ke-15 oleh para imigran Cina.
Industri
pergulaan mulai tumbuh di Indonesia sejak kedatangan Belanda pada tahun 1596.
Kemudian industri gula tumbuh di Indonesia seiring dengan berdirinya perusahaan
dagang Vereeniging Oost Indische
Compagnie (VOC) pada Maret 1603. Bahkan pada tahun 1929, Indonesia tercatat
sebagai negara pengekspor gula terbesar kedua di dunia setelah Kuba. Namun,
industri tersebut terus mengalami pasang surut setelah melewati resesi dunia,
Perang Dunia II, perang kemerdekaan, dan perebutan pabrik gula dari penguasaan
asing.
Hingga
tahun 2009 terdapat 61 pabrik gula di Indonesia. Dari jumlah tersebut terdapat
51 pabrik gula milik pemerintah dan 10 pabrik gula swasta yang mencakup wilayah
geografis sebanyak 48 pabrik gula di Jawa dan 13 pabrik gula di luar Jawa. Industri
gula Indonesia banyak mengalami perkembangan hingga saat ini mencakup industri
makanan, minuman, farmasi, maupun alkohol-bio ethanol.
Nasib
Petani di Tangan Industri Gula
Berdasarkan data Survei
Angkatan Kerja Nasional (2011) dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2011
pertanian adalah sektor dengan presentase penyerapan tenaga kerja paling besar
di Indonesia yaitu 36,76%. Data ini merefleksikan realita kehidupan petani
Indonesia pada tahun 2011 dengan jumlah rata-rata petani mencapai 40 juta jiwa.
Mereka ini adalah penduduk berusia di atas 15 tahun yang menggantungkan hidup
pada lahan pertanian dan hasil panen.
Sumber: Survei Angkatan Kerja
Nasional (2011)
Dari
berbagai hasil pertanian yang dibudidayakan di Indonesia, tebu menjadi salah satu
hasil pertanian yang utama. Menurut data PTPN X dalam hal pencapaian unit usaha
gula, produksi gula mengalami peningkatan dari jumlah produksi sebesar 410.817
pada tahun 2010 menjadi 447.008 pada tahun 2011.
Di
samping tingkat produksi dari hasil pertanian yang cukup mengandalkan produksi
gula dan tebu, keberadaan industri gula menjadi tumpuan hidup para petani tebu
maupun karyawan pabrik gula. Sebagai salah satu industri tua yang diwariskan
sejak kolonialisme Belanda, pabrik dan industri pergulaan ini menggerakkan
perekonomian rakyat kecil. Berjuta tangan setia menggerakkan mesin-mesin tua
dengan harapan roda ekonomi dapat berputar.
Graham
(2006) dalam tulisannya “Sugar Factory
Tourism: Watoetoelis”, mengungkapkan kekagumannnya pada pabrik-pabrik gula
yang digerakkan oleh penduduk Indonesia yang kebanyakan laki-laki normal yang
menurutnya begitu nrima dan sederhana
mengerjakan pekerjaan sehari-hari yang membuatnya berkotor-kotor dengan mesin
tua bukan untuk uang yang besar secara nominal karena sebenarnya jumlahnya tak
seberapa bahkan seringkali mereka lakukan hanya untuk sebuah kebahagiaan yang
sederhana. Dalam bahasanya ia menegaskan, it’s
for love, not money.
Pemberdayaan
SDM dan Industri Gula untuk Meningkatkan Perekonomian Daerah
Evaluasi yang perlu
digarap dari tingginya presentase penduduk yang bermata pencaharian petani di
Indonesia adalah masih rendahnya kontribusi dari sektor pertanian terhadap
pertumbuhan GDP. Menurut BPS (2011), rank
of growth rate of Gross Domestic Product y on y by industrial origin menunjukkan
bahwa rata-rata pertumbuhan GDP dari sektor pertanian masih tergolong rendah
(jauh di bawah sektor perdagangan, hotel, restoran, transportasi, komunikasi, real estate, maupun jasa).
Oleh
karena itu, diperlukan beberapa strategi dalam pemberdayaan SDM dan industri
gula untuk meningkatkan perekonomian daerah, di antaranya: (1) pemberdayaan
lahan di daerah terutama kawasan di luar Jawa, (2) pengelolaan aspek on farm dan off farm secara optimal dalam rangka revitalisasi existing factories (pabrik gula lama)
maupun pembangunan pabrik baru dengan pembinaan secara intense, (3) pengelolaan potensi industri gula bersejarah yang
menjadi daya tarik khusus daerah.
Pertama,
pemberdayaan lahan daerah khususnya kawasan luar Jawa yang memiliki potensi
lahan yang sesuai untuk budi daya tebu. Hal ini sejalan dengan rencana aksi yang ditetapkan oleh peraturan
menteri perindustrian yang menargetkan lokalisasi industri gula ke kawasan
berpotensi untuk budi daya tebu seperti Merauke, Tinanggea, Sambas, dan Rumpat.
Perlu adanya sinergi dan harmonisasi dari hasil penelitian lahan di lapangan
dengan kebijakan serta strategi yang diambil.
Berkaitan
dengan pemberdayaan daerah dan lahan lokal, Prof. Mudrajad Kuncoro dalam kuliah
Perekonomian Indonesia menyampaikan pentingnya transmigrasi sebagai upaya
membangun daerah tujuan sehingga bukan hanya sekadar memindahkan orang dari
tempat yang padat ke tempat yang jarang penduduknya. Namun, bagaimana penduduk
yang memiliki keterampilan ditempatkan di kawasan yang berpotensi untuk
dikembangkan, sehingga pengemabangan kawasan baru selalu berjalan. Pembangunan
pabrik gula ke kawasan luar Jawa diharapkan dapat menjadi jalan pembangunan
daerah di luar Jawa.
Kedua,
pengelolaan aspek on farm dan off farm dengan pembinaan yang intense dalam rangka pemberdayaan
industri gula secara optimal. Aspek on
farm meliputi pengelolaan lahan, pembibitan varietas unggul, perawatan, dan
peningkatan produktivitas tebu. Aspek off
farm meliputi peningkatan kapasitas
mesin dan produksi untuk mutu yang unggul, perbaikan manajemen dan kelembagaan,
serta peningkatan kualitas SDM.
Ketiga,
pengembangan eco-tourism dan cultural-heritage tourism industri gula
sebagai daya tarik daerah dalam peningkatan pendapatan daerah. Indonesia
memiliki potensi sejarah dan kultural dari banyaknya pabrik gula peninggalan
Belanda. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri jika kita dapat belajar dari
kejayaan pabrik gula Indonesia di masa lalu dan bagaimana kawasan Carribean
mampu mengelola keindahan alam, peninggalan sejarah, serta kultur daerahnya
menjadi sebuah objek wisata yang mengagumkan. Indonesia memiliki hal yang
serupa dengan ciri khas tersendiri.
Graham
(2006) meresapi harmoni kehidupan di Watoetoelis, Jawa Timur, lewat tulisannya.
Ia mengungkapkan keelokan yang dihasilkan sebuah pabrik tua dengan pekerja yang
setia, pemandangan alam yang menakjubkan, serta kehidupan masyarakat sekitar
yang menghidupkan perekonomian di kawasan pabrik dengan berjualan kerupuk maupun makanan lokal lainnya.
Hal serupa dirasakan penulis saat duduk
di bangku sekolah menengah dalam studi wisata di salah satu pabrik gula,
Madukismo, yang menyiratkan perjalanan panjang mesin-mesin dan bangunan tua
dengan gerbong kereta yang bekerja dimakan usia sebagai sebuah perjalanan
wisata yang mengagumkan. Pengembangan wisata ke depan dibutuhkan kesadaran
masyarakat serta perhatian pemerintah untuk maintenance
dan optimalisasi potensi pariwisata pabrik gula sehingga dapat menjadi
salah satu penopang perekonomian daerah.
Membangun
Kembali Kejayaan Industri Gula Nusantara
Cerita kejayaan pabrik
gula Indonesia di masa pendudukan Belanda tidak seharusnya menjadi dongeng nenek
moyang. Sudah saatnya pencapaian itu menjadi cambukan dalam membangun kembali
kejayaan industri gula di nusantara terutama dalam hal pemerataan pembangunan
dan optimalisasi potensi daerah yang sesuai untuk pengembangan budi daya tebu
maupun industri gula. Target jangka panjang pemerintah (2020-2024) untuk
menjadi negara produsen gula yang dapat memasok ke negara-negara lain semoga
bukan menjadi impian di siang bolong. Oleh karena itu, sasaran jangka pendek
dan jangka menengah perlu dijalankan sungguh-sungguh yaitu pada tahun 2014
fokus pada pemenuhan kebutuhan konsumsi gula dan industri dalam negeri serta
pada 2015-2019 fokus pada pengembangan, restrukturisasi, dan ekspor. Semoga
industri gula nusantara semakin berjaya!
Referensi
Graham, Duncan (2006), “Sugar Factory Tourism:
Watoetoelis”. http://indonesianow.blogspot.com/2006/08/sugar-factory-tourism-watoetoelis.html.
Diakses 19 Januari 2013.
Kemenperin (2012) “Dorong Perekonomian Daerah” http://www.kemenperin.go.id/artikel/4685/Dorong-Perekonomian-Daerah
Diakses 19 Januari 2013 1:29 WIB
Kuncoro, Mudrajad. 2009. Mahir Menulis. Jakarta: Erlangga.
Masyithoh, Nurafiati, dan Zahra. 2012. “Makalah Perekonomian Indonesia: Sudahkah
Kita Merdeka?”
Peraturan Menteri Perindustrian permenperind_no_11_2010 gula.pdf. http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&ved=0CDwQFjAB&url=http%3A%2F%2Frocana.kemenperin.go.id%2Findex.php%3Foption%3Dcom_phocadownload%26view%3Dcategory%26download%3D19%3Ap%26id%3D1%3Ap%26Itemid%3D192&ei=6ED_UPXtI4rtrQe_vIDgCw&usg=AFQjCNHfE1BT4E_AwTUv6nhGxo7WvqLmUQ&sig2=7Ogzi8eIcO0CkNroS8jk7A&bvm=bv.41248874,d.bmk.
Diakses 19 Januari 2013
PTPN X, “UUS Gula”. http://www.ptpn10.com/Vpage.aspx?id=17.
Diakses 19 Januari 2013.