Apakah yang membuat diri kita merasa bahagia? Jika
kita merasa cukup dan nyaman dengan
apa yang kita punya, apa yang terjadi, dan apa yang kita inginkan. Bila
melihat orang lain bahagia meskipun
hanya seulas senyuman karena apa yang kita lakukan adalah sebentuk kebahagiaan yang tak terkira. Kebahagian
adalah wujud keimanan, rasa
syukur atas nikmat yang tak terhitung dan atas kesempatan hidup yang kita jalani (nasihat
bijak dari dosen saya pada Jumat pagi).
Mengawali
hari, kami disuguhi sebuah video motivasi tentang Nick ‘something’ yang berusia 23 tahun, seorang master di bidang bisnis,
berkarier sebagai motivation trainer. Tak ada yang menyangka orang ini begitu
hebat jika diukur dari penampilan fisiknya yang jauuuh dari kesempurnaan. Dalam
video itu dia sedang berbicara di hadapan audiensnya. Tubuhnya amat pendek
untuk proporsi kepala dan usianya yang sudah dewasa. Ia berdiri di atas meja
yang berada di atas stage tanpa kaki dan lengannya. Ya, ia hanya memiliki satu
kaki kiri premature dan tanpa lengan sama sekali. Namun, ia sangat bersemangat
berbagi motivasi hidupnya. Bagaimana ia mampu berbicara menggunakan telepon
meski tanpa kedua tangan dan bagaimana ia bisa berenang bahkan meluncur di
board-nya sebagai surfer handal. Hal
luar biasa yang dilakukannya ini sangatlah disangsikan oleh rasio akal manusia.
Sesuatu yang amat muskil dapat dilakukan manusia dengan kekurangan seperti itu.
Life without Limits. Itulah buku yang
ditulisnya. Tentang bagaimana ia mengarungi hidup dengan menghilangkan segala
macam barrier (penghalang) dalam
hidupnya. Bagaimana ia mampu bertahan dalam kondisinya. Bahkan ketika semesta
belum menerima takdir yang ia dapatkan. Terlahir sebagai anak dari seorang ayah
yang berkarier sebagai akuntan dan ibu
yang seorang perawat, ia adalah manusia yang ‘tak diharapkan’ oleh orang-orang
terdekat bahkan ibunya sekalipun saat itu. Sebulan lamanya sang ibu belum bisa
menerima kenyataan akan bayi yang dilahirkannya hinggu selama itu ia tak
sanggup menyusui Nick yang masih bayi. Lambat laun, keluarganya mulai tersadar,
jika bukan mereka yang menerima kondisi Nick apa adanya, siapa lagi? Adalah
masalah besar yang semestinya menjadi focus orang tua terhadap kondisi anak
yang seperti ini bagaimana Nick ketika ia sudah dewasa dan paham dengan kondisinya
mampu bertahan hidup? Sejak itulah, Nick dibimbing untuk tegar. Meski ia
bebrapa kali berniat bunuh diri. Toh, ia masih bertahan hingga kini sebagai
manusia yang memiliki keutamaan dan kelebihan yang belum tentu dimilki manusia
sempurna lainnya. Bukankah ketidaksempurnaan fisik yang ia miliki adalah takdir
Allah? Bukankah Allah tidak akan menguji seseorang di luar batas kemampuan?
Bukankah Rasulullah mengatakan bahwa Allah tak akan melihat seseorang dari
keindahan fisiknya, namun hati dan ketakwaan kita kepada-Nya?
Nick
adalah sosok yang berbahagia dalam hidupnya. Dalam menjemput setiap takdir yang
ada ia selalu bahagia. Betapa sulit kubayangkan. Sudahkah kita bahagia dengan
diri dan hidup kita? Kurasa aku masih belum sehebat Nick. Sungguh malu.
Lantas, apakah yang membuat kita sedih? Merasa kurang dalam hidup yang
sudah sempurna? Kesedihan adalah sebentuk
kekosongan jiwa. Kesedihan
barangkali adalah futur. Keimanan yang mulai melemah. Ghirah, semangat,
dan iman yang meluntur. Ya Tuhaaan, lantas salahkan jika ada rasa sedih dalam
hati? Kata pak dosen dengan mantap, ya, ada yang salah ketika seorang manusia
sesempurna diri kita merasa sedih. Apa kesalahannya? Kufur. Tak bersyukur. Jika
kita berkaca pada diri kita, rasanya terlalu banyak hal yang semestinya membuat
kita bahagia dalam syukur.
Entahlah,
sedikit tertohok, untuk riwayatku yang seseorang dengan kelenjar air mata
berlebih. Yang harus kuingatkan pada diriku adalah kesedihan atas keinginan
untuk lebih atau selalu merasa kurang. Pasalnya, pertemuan kuliah perdana pekan
lalu saja saya tak bisa mengendalikan kelenjar air mata ketika membahas tentang
birulwalidain. Terdengar konyol. Begitulah adanya. Begitu banyak tulisan saya
untuk ibu. Begitu banyak yang tak bisa saya ungkapkan secara langsung kepadanya.
Sebab bukan pernyataan yang ibu butuhkan dari seorang anak. Ibu hanya
membutuhkan kepedulianku. Ibu hanya membutuhkan ketaatanku. Ibu hanya
membutuhkan wujud cintakku. Ibu hanya membutuhkan kebahagiaan dalam diriku. Ibu maafkan aku.
Katanya,
kebahagiaan itu letaknya di sini (di dalam hati). Sesorang pernah berkata,
meraih kebahagiaan adalah dengan meraih Hati Sang Pemilik Hati..
*The Pursuit of Happiness itu judul film tentang seorang bapak dan anaknya, tentang cinta, perjuangan, dan pengorbanan. Film lama, jadi agak lupa..
Yogyakarta, 8 Maret 2012
Yogyakarta, 8 Maret 2012
No comments:
Post a Comment