Eropa dan Islam. Mereka pernah menjadi pasangan serasi. Kini hubungan
keduanya penuh pasang surut prasangka dengan berbagai dinamikanya. Berbagai
kejadian sejak 10 tahun terakhir – misalnya pengeboman Madrid dan London,
menyusul serangan teroris 11 September di Amerika, kontroversi kartun Nabi
Muhammad, dan film fitna di Belanda – menyebabkan hubungan antara Islam dan
Eropa mengalami ketegangan yang cukup serius. Luka dan dendam akibat ratusan
tahun Perang Salib yang rupanya masih membekas sampai hari ini.[1]
Islam. Bukankah ia salam, perdamaian, dan rahmat bagi semesta alam? Islam
rahmatan lil’alamin. Cahaya Islam menerangi dunia dari kejahiliyahan mulai
dari Arab, Afrika, Eropa, hingga
berbagai benua di belahan dunia. Saat Eropa tengah mengalami dark ages, Islam
tengah mencapai peradabannya dalam berbagai sendi keilmuan. Peradaban Islam
itulah yang meniupkan angin renaissance hingga membangkitkan Eropa dari dark
ages (medieval) hingga mencapai kemajuan pesat hingga saat ini.
Lalu, bagaimanakah Islam saat ini? Di manakah umat muslim cendekiawan, pembawa
perdamaian dan peradaban dunia? Al-Khawarizmi - ilmuwan matematika penemu
Aljabar dan peletak dasar pencatatan Akuntansi; Ibnu Sina - ahli di bidang Kedokteran; Ibnu Khaldun –
Bapak Sosiologi dan Bapak Ekonomi dunia pencetus teori Sosiologi dan Ekonomi
sebelum Aristoteles dan Adam Smith. Siapkah menyampaikan kita risalah
Rasulullah, para sahabat, dan para ilmuwan Islam untuk memberi cahaya kepada
semesta hingga akhir zaman?
Hanum Rais dan Rangga Almahendra, dua penulis ini mencoba membangkitkan
kekuatan cahaya Islam lewat uraian perjalanannya yang fenomenal dalam 99 Cahaya di Langit Eropa:
Allah-lah yang menguasai jiwa-jiwa kita. Membuatnya senang atau sedih,
membuatnya tertawa atau menangis. Demikianlah aku menerjemahkan setiap
pengembaraanku ke tempat baru. Penjelajahan terhadap sejarah masa lalu hanyalah
suatu usaha untuk lebih mengenal diri sendiri, mengenal kuasa Tuhan atas
jiwa-jiwa kita.
Untuk bisa menemukan Tuhan, aku tak boleh mencari tujuan-tujuan lain selain
diri-Nya. Aku harus kembali pada-Nya.
Aku harus membuang jauh hal-hal yang dapat membuatku berpaling dari-Nya,
termasuk “aku” sendiri. Semua yang kulakukan bukan untuk aku atau egoku,
mungkin bukan pula untuk kebutuhan agamaku. Tapi hanya untuk kembali kepada Allah.
Islam adalah penyerahan diri sepenuhnya pada Allah. Pergi dan kembali hanya
untuk-Nya.2
Seribu tahun Islam bersinar, lalu pelan-pelan memudar. Aku bertanya,
mengapa?
Karena sebagian umat Islam sudah mulai melupakan apa yang telah
diperdengarkan Jibril kepada Muhammad SAW pertama kali. Karena kita terlalu
sibuk bercumbu dengan kata jihad yang salah dimaknai dengan pedang, bukan
dengan perantara kalam (pengetahuan).3
Aku percaya, suatu hari nanti cahaya Islam akan kembali bersinar di muka
bumi.4
No comments:
Post a Comment