Humanisme merupakan sebuah aliran pemikiran psikologi yang jika dirunut berasal dari filosofi eksistensialisme. Humanisme menurut Bagus Riyono mengakibatkan pandangan hidup yang misleading karena memusatkan segalanya kepada manusia sehingga meniadakan Tuhan. Namun, humanisme dalam teori Maslow telah memberikan kontribusi pada pemikiran psikologi mengenai hierarki kebutuhan manusia atas aktualisasi diri, sebuah karakteristik manusia yang lebih defining, manusiawi, dan lebih tinggi derajatnya dibandingkan pemikiran Freud yang melihat bahwa semua manusia pada dasarnya buruk dan diperdaya hawa nafsu.
Sebelum membahas lebih jauh, mari sedikit mengulang teori Maslow, teori motivasi yang merupakan bagian dari content theory menurut Budi Santoso dalam kuliah Perilaku Organisasional. Teori ini sangat populer tetapi memiliki keterbatasan yang hanya melihat kebutuhan sebagai tingkatan-tingkatan hierarkis sehingga tidak mampu menjelaskan lebih komprehensif apa yang sebenarnya membuat seseorang termotivasi. Content theory kemudian dikembangkan oleh para ahli menjadi process theory seperti goal-setting theory maupun expectancy theory yang menitikberatkan pada apa yang menjadi penyebab perilaku seseorang.
Teori hierarki kebutuhan manusia yang dicetuskan Abraham Maslow terdiri atas lima kebutuhan mendasar manusia yang berurutan dari paling bawah sampai kebutuhan yang paling atas meliputi kebutuhan dasar fisiologis, kebutuhan psikologi, kebutuhan sosial, self-esteem (kebutuhan untuk berprestasi dan unggul), self-actualization (kebahagiaan). Bagus Riyono menarik kesimpulan dari penemuan Maslow bahwa terdapat dua kategori manusia yaitu actualized and non-actualized person. Manusia yang belum teraktualisasi akan terus mencari dan menginginkan terpenuhinya kebutuhan tersebut. Sedangkan, pribadi yang telah teraktualisasi akan lebih stabil.
Maslow berhasil mengangkat sisi kemanusiaan yang terlupakan dan terabaikan dari teori Freud. Self-actualization merupakan konstruk yang dimunculkan Maslow dari hasil pengamatan terhadap orang-orang yang berkepribadian baik dan mulia. Pandangannya yang berbeda adalah keyakinan bahwa tidak semua manusia jahat. Bagus Riyono kemudian menjabarkan ciri kepribadian yang telah teraktualisasi. Orang yang memiliki aktualisasi diri memiliki pandangan terhadap realitas, lebih nyaman, dan objektif. bisa menerima diri dan orang lain dengan tentram, spontan tetapi tidak ngawur. Ia memiliki kemampuan untuk menyendiri atau meng-handle attachment dan melakukan detachment. Autonomy yang dimilki sehingga lebih mandiri, independen, self-reliant, dan memiliki continued-freshness of appreciation. Dengan kemampuan megapresiasi yang tulus tersebut pribadinya memiliki kemampuan empatik yang tinggi dan hubungan interpersonal yang kuat.
Namun, kekurangan dari teori tersebut adalah konstruk self actualization masih sangat abstrak. Selain itu, teori Maslow kehilangan ruh atau nirmakna. Pengalaman spiritual bagi Maslow sayangnya hanyalah sebuah istilah yang tidak diinginkannya yang terpaksa dia gunakan sehingga hanya berakhir pada pemaknaan secara humanistik. Ya, agama kemanusiaan. Maslow menilai bahwa tidak ada hubungan yang bermakna kecuali hubungan antarmanusia. Agama dalam kaca matanya dianggap sebagai kelompok yang menghambat kebebasan manusia.
Pandangan Maslow tentang agama tertulis dalam bukunya Religions, Values, and Peak-Experience. Sayang sekali banyak penganut aliran humanisme yang tidak benar-benar memahami basis pemikiran Maslow karena mengabaikan footnote dalam buku tersebut. Catatan kaki yang khusus menjabarkan makna “spiritual life” menurut Maslow adalah distasteful vocabulary dalam dunia sains dan psikologi. Istilah yang kurang bermakna atau hambar dalam dunia ilmiah dan psikologi. Baginya, the common base of all religion is human sehingga dia terlalu mendewakan manusia. Semua kejadian menurutnya bersifat subjektif, kemanusiaan, dan menuntun kepada pengalaman puncak yang mengarah kepada iluminasi (pencerahan yang tidak berhubungan dengan Tuhan). Maslow pada akhirnya tidak menemukan kata yang tepat untuk menjelaskan makna spiritual sehigga kata itu pun menjadi kata yang biasa saja.
The ugly part of this theory adalah sisi wagu dalam istilah Jawa yang digunakan Bagus Riyono yaitu bahwa Maslow percaya 90 persen manusia jahat. He said, “all men are bastards.” Hal ini cukup kontradiktif dalam konstruk yang diangkat Maslow karena dia melihat adanya tingkatan teratas manusia self actualization-tingkatan yang paling mulia versinya yang berarti hanyalah 10 persen saja yang dianggap oleh Maslow. Ia pun masih membenarkan defense mechanism dalam teori Freud bahwa manusia ketika melakukan kesalahan dapat merasakannya. Ya, itulah dosa yang sebenarnya disadari manusia. Namun, teori Maslow mengarahkan bahwa manusia memiliki self defense mechanism untuk membentengi dan merasionalisasi setiap kesalahannya. Berdasarkan uraian dan analisis di atas, Bagus Riyono membuat sebuah pemikiran, a discourse analysis, bahwa pemikirannya atas 10 persen manusia terbaik tersebut berakar dari pemikiran Yahudi yang menganggap dirinya sebagai umat terbaik yang seharusnya menguasai manusia lainnya. Hal ini tentu tidak terlepas dari latar belakang Maslow yang merupakan seorang Yahudi.
Ancaman dari psikologi humanistik adalah munculnya agama humanisme. Relativisme kebenaran bahwa semua benar dan relatif bagi setiap orang mendorong kepada paham pluralisme yang idenya setara dengan humanisme. Pluralisme dan pluralitas sendiri memiliki esensi yang berbeda. Pluralitas adalah diversitas. Pemahaman bhinneka tunggal ika seringkali misleading. Bahwa ia adalah sebuah pluralitas, diversitas yang menyatu. Bukan pluralisme. Pada akhirnya Maslow belum bisa menjelaskan mengapa seseorang berperilaku tertentu ketika semua tingkatan kebutuhan telah dimiliki, misalnya mengapa koruptor yang telah mendapatkan pemenuhan semua tingkat kebutuhan masih saja korupsi?
Pada sesi akhir ada sebuah refleksi yang menarik. Bani Israil dalam Al Quran diceritakan sebagai umat yang terpilih tetapi ingkar. Oleh karena itu, umat terbaik adalah umat islam yang ber-amar ma’ruf nahi munkar, mengajak kepada kebajikan menjauhi kemunkaran.
Self defense mechanism dalam teori Maslow maupun Freud tidak sesuai dengan Islam. Dalam Islam, semua manusia dilahirkan dalam kondisi fitrah sehingga ketika ia berbuat dosa bukan self defense mechanism yang seharusnya dilakukannya melainkan taubatan nasuha. Oh ya, saya baru tahu ada seorang peserta yang out of topic menyinggung soal lambang iluminati pada Tugu Jogja. Menurutt Bagus Riyono hal itu memang tidak dapat dipungkiri karena penjajah yang datang ke Indonesia, Belanda, membawa misi iluminati. Gospel, Glory, and Gold. Bangunan tugu asli Jogja sebenarnya sangat sederhana berbentuk golong gilik. Tugu Jogja yang sekarang ini adalah peninggalan Belanda.
Bagus Riyono juga mengangkat sosok Mohammad Hatta. Tahukah Anda mengapa Mohammad Hatta terpilih sebagai bapak Indonesia atau bapak koperasi atau title istimewa semacam itu? Karena dalam biografinya Bung Hatta ketika belajar di Belanda merupakan pribadi yang memiliki idealisme. Saat itu banyak kelompok diskusi yang mengarah pada penuhanan pemikiran manusia. Ketika dirinya diajak belajar filsafat ketuhanan ia dengan tegas mengatakan, “Maaf, saya Islam.”
Sumber: Kuliah Psikologi Islam oleh Bagus Riyono ditambah sedikit review beberapa ilmu yang diperoleh dari Pengantar Psikologi oleh Fathul Himam, dan Perilaku Organisasional oleh Budi Santoso
No comments:
Post a Comment