lovely picture

Tuesday, January 22, 2013

Lomba Menulis PTPN X


Prospek Industri Gula bagi Perekonomian Daerah
oleh Nur Isnaini Masyithoh

Pendahuluan
Menurut hasil survei Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI), potensi pengembangan industri gula masih terbuka di berbagai kawasan di luar Jawa, seperti Papua, Maluku, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Tengah, dengan area seluas 800.000 hektar. Hal ini mendukung salah satu misi pengembangan industri gula yaitu mendorong industri pabrik gula ke luar Pulau Jawa yang sejalan dengan rencana pemerintah 2010-2014 dalam inventarisasi sumber daya lahan yang sesuai pada skala detail di seluruh Indonesia (antara lain Merauke, Tinanggea, Sambas, dan Rumpat).
Gula yang merupakan produk olahan dari hasil pertanian tebu memiliki kisah tersendiri di bumi nusantara. Menurut catatan sejarah, sejak tahun 400-an tanaman tebu telah ditemukan di Pulau Jawa dan Sumatera. Namun, usaha untuk mengkomersialkan tanaman tebu baru dimulai pada abad ke-15 oleh para imigran Cina.
Industri pergulaan mulai tumbuh di Indonesia sejak kedatangan Belanda pada tahun 1596. Kemudian industri gula tumbuh di Indonesia seiring dengan berdirinya perusahaan dagang Vereeniging Oost Indische Compagnie (VOC) pada Maret 1603. Bahkan pada tahun 1929, Indonesia tercatat sebagai negara pengekspor gula terbesar kedua di dunia setelah Kuba. Namun, industri tersebut terus mengalami pasang surut setelah melewati resesi dunia, Perang Dunia II, perang kemerdekaan, dan perebutan pabrik gula dari penguasaan asing.
Hingga tahun 2009 terdapat 61 pabrik gula di Indonesia. Dari jumlah tersebut terdapat 51 pabrik gula milik pemerintah dan 10 pabrik gula swasta yang mencakup wilayah geografis sebanyak 48 pabrik gula di Jawa dan 13 pabrik gula di luar Jawa. Industri gula Indonesia banyak mengalami perkembangan hingga saat ini mencakup industri makanan, minuman, farmasi, maupun alkohol-bio ethanol.
Nasib Petani di Tangan Industri Gula
Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (2011) dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2011 pertanian adalah sektor dengan presentase penyerapan tenaga kerja paling besar di Indonesia yaitu 36,76%. Data ini merefleksikan realita kehidupan petani Indonesia pada tahun 2011 dengan jumlah rata-rata petani mencapai 40 juta jiwa. Mereka ini adalah penduduk berusia di atas 15 tahun yang menggantungkan hidup pada lahan pertanian dan hasil panen.


Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (2011)
Dari berbagai hasil pertanian yang dibudidayakan di Indonesia, tebu menjadi salah satu hasil pertanian yang utama. Menurut data PTPN X dalam hal pencapaian unit usaha gula, produksi gula mengalami peningkatan dari jumlah produksi sebesar 410.817 pada tahun 2010 menjadi 447.008 pada tahun 2011.
Di samping tingkat produksi dari hasil pertanian yang cukup mengandalkan produksi gula dan tebu, keberadaan industri gula menjadi tumpuan hidup para petani tebu maupun karyawan pabrik gula. Sebagai salah satu industri tua yang diwariskan sejak kolonialisme Belanda, pabrik dan industri pergulaan ini menggerakkan perekonomian rakyat kecil. Berjuta tangan setia menggerakkan mesin-mesin tua dengan harapan roda ekonomi dapat berputar.
Graham (2006) dalam tulisannya “Sugar Factory Tourism: Watoetoelis”, mengungkapkan kekagumannnya pada pabrik-pabrik gula yang digerakkan oleh penduduk Indonesia yang kebanyakan laki-laki normal yang menurutnya begitu nrima dan sederhana mengerjakan pekerjaan sehari-hari yang membuatnya berkotor-kotor dengan mesin tua bukan untuk uang yang besar secara nominal karena sebenarnya jumlahnya tak seberapa bahkan seringkali mereka lakukan hanya untuk sebuah kebahagiaan yang sederhana. Dalam bahasanya ia menegaskan, it’s for love, not money.
Pemberdayaan SDM dan Industri Gula untuk Meningkatkan Perekonomian Daerah
Evaluasi yang perlu digarap dari tingginya presentase penduduk yang bermata pencaharian petani di Indonesia adalah masih rendahnya kontribusi dari sektor pertanian terhadap pertumbuhan GDP. Menurut BPS (2011), rank of growth rate of Gross Domestic Product y on y by industrial origin menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan GDP dari sektor pertanian masih tergolong rendah (jauh di bawah sektor perdagangan, hotel, restoran, transportasi, komunikasi, real estate, maupun jasa).
Oleh karena itu, diperlukan beberapa strategi dalam pemberdayaan SDM dan industri gula untuk meningkatkan perekonomian daerah, di antaranya: (1) pemberdayaan lahan di daerah terutama kawasan di luar Jawa, (2) pengelolaan aspek on farm dan off farm secara optimal dalam rangka revitalisasi existing factories (pabrik gula lama) maupun pembangunan pabrik baru dengan pembinaan secara intense, (3) pengelolaan potensi industri gula bersejarah yang menjadi daya tarik khusus daerah.
Pertama, pemberdayaan lahan daerah khususnya kawasan luar Jawa yang memiliki potensi lahan yang sesuai untuk budi daya tebu. Hal ini sejalan dengan  rencana aksi yang ditetapkan oleh peraturan menteri perindustrian yang menargetkan lokalisasi industri gula ke kawasan berpotensi untuk budi daya tebu seperti Merauke, Tinanggea, Sambas, dan Rumpat. Perlu adanya sinergi dan harmonisasi dari hasil penelitian lahan di lapangan dengan kebijakan serta strategi yang diambil.
Berkaitan dengan pemberdayaan daerah dan lahan lokal, Prof. Mudrajad Kuncoro dalam kuliah Perekonomian Indonesia menyampaikan pentingnya transmigrasi sebagai upaya membangun daerah tujuan sehingga bukan hanya sekadar memindahkan orang dari tempat yang padat ke tempat yang jarang penduduknya. Namun, bagaimana penduduk yang memiliki keterampilan ditempatkan di kawasan yang berpotensi untuk dikembangkan, sehingga pengemabangan kawasan baru selalu berjalan. Pembangunan pabrik gula ke kawasan luar Jawa diharapkan dapat menjadi jalan pembangunan daerah di luar Jawa.
Kedua, pengelolaan aspek on farm dan off farm dengan pembinaan yang intense dalam rangka pemberdayaan industri gula secara optimal. Aspek on farm meliputi pengelolaan lahan, pembibitan varietas unggul, perawatan, dan peningkatan produktivitas tebu. Aspek off farm  meliputi peningkatan kapasitas mesin dan produksi untuk mutu yang unggul, perbaikan manajemen dan kelembagaan, serta peningkatan kualitas SDM.
Ketiga, pengembangan eco-tourism dan cultural-heritage tourism industri gula sebagai daya tarik daerah dalam peningkatan pendapatan daerah. Indonesia memiliki potensi sejarah dan kultural dari banyaknya pabrik gula peninggalan Belanda. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri jika kita dapat belajar dari kejayaan pabrik gula Indonesia di masa lalu dan bagaimana kawasan Carribean mampu mengelola keindahan alam, peninggalan sejarah, serta kultur daerahnya menjadi sebuah objek wisata yang mengagumkan. Indonesia memiliki hal yang serupa dengan ciri khas tersendiri.
Graham (2006) meresapi harmoni kehidupan di Watoetoelis, Jawa Timur, lewat tulisannya. Ia mengungkapkan keelokan yang dihasilkan sebuah pabrik tua dengan pekerja yang setia, pemandangan alam yang menakjubkan, serta kehidupan masyarakat sekitar yang menghidupkan perekonomian di kawasan pabrik dengan berjualan kerupuk maupun makanan lokal lainnya. Hal  serupa dirasakan penulis saat duduk di bangku sekolah menengah dalam studi wisata di salah satu pabrik gula, Madukismo, yang menyiratkan perjalanan panjang mesin-mesin dan bangunan tua dengan gerbong kereta yang bekerja dimakan usia sebagai sebuah perjalanan wisata yang mengagumkan. Pengembangan wisata ke depan dibutuhkan kesadaran masyarakat serta perhatian pemerintah untuk maintenance dan optimalisasi potensi pariwisata pabrik gula sehingga dapat menjadi salah satu penopang perekonomian daerah.
Membangun Kembali Kejayaan Industri Gula Nusantara
Cerita kejayaan pabrik gula Indonesia di masa pendudukan Belanda tidak seharusnya menjadi dongeng nenek moyang. Sudah saatnya pencapaian itu menjadi cambukan dalam membangun kembali kejayaan industri gula di nusantara terutama dalam hal pemerataan pembangunan dan optimalisasi potensi daerah yang sesuai untuk pengembangan budi daya tebu maupun industri gula. Target jangka panjang pemerintah (2020-2024) untuk menjadi negara produsen gula yang dapat memasok ke negara-negara lain semoga bukan menjadi impian di siang bolong. Oleh karena itu, sasaran jangka pendek dan jangka menengah perlu dijalankan sungguh-sungguh yaitu pada tahun 2014 fokus pada pemenuhan kebutuhan konsumsi gula dan industri dalam negeri serta pada 2015-2019 fokus pada pengembangan, restrukturisasi, dan ekspor. Semoga industri gula nusantara semakin berjaya!




Referensi

Graham, Duncan (2006), “Sugar Factory Tourism: Watoetoelis”. http://indonesianow.blogspot.com/2006/08/sugar-factory-tourism-watoetoelis.html. Diakses 19 Januari 2013.
Kemenperin (2012) “Dorong Perekonomian Daerah” http://www.kemenperin.go.id/artikel/4685/Dorong-Perekonomian-Daerah Diakses 19 Januari 2013 1:29 WIB
Kuncoro, Mudrajad. 2009. Mahir Menulis. Jakarta: Erlangga.
Masyithoh, Nurafiati, dan Zahra. 2012. “Makalah Perekonomian Indonesia: Sudahkah Kita Merdeka?” 
PTPN X, “UUS Gula”. http://www.ptpn10.com/Vpage.aspx?id=17. Diakses 19 Januari 2013.

No comments:

Post a Comment