lovely picture

Wednesday, August 22, 2012

Rindu Membatik Bahasa dalam Sajakku

(buah pena: Syarif Hidayatullah)

Rindu membatik bahasa dalam sajakku, ibu.
Lagu yang kau bisikkan dulu mengalir begitu deras di nadiku.
Sungai-sungai di tubuhku mencari muara, dan muara itu selalu ada di wajah telagamu. Temaram bohlam, membuat kita semakin erat berpelukan, kau selalu tahu, aku takut pada kegelapan.
Maka tiap kali kuberjalan dan tersesat di rimba kota, kau kembali menimangku sebagai air mata yang baru lahir dari percakapan waktu.

Rindu membatik bahasa dalam sajakku, ibu. Aku senang menjadi malaikat kecilmu, ketika kehidupan sulit untuk diterjemahkan dengan kejujuran.
Kita menjadi bahasa penenang bila bapak pulang. Mulutnya akan mengeluarkan iblis-iblis yang dilihatnya. Kita hanya bisa menggigil kemudian mengeja alif di sisa malam. Aku ingat, doamu begitu tulus kau panjat, kita selalu hujan untuk bercakap dengan Tuhan.

Rindu membatik bahasa dalam sajakku, ibu. Kau layarkan aku begitu jauh darimu. Jauh dari halaman rumah yang kau sapu dengan air matamu, jauh dari bayam yang kau tumis di perutku. Namun aku tahu, kau hanya ingin menjadikanku bulan, agar kelak kubisa berjalan dalam kegelapan, rinduku tak habis padamu.

"Rindu Membatik Bahasa dalam Sajakku". Syarif Hidayatullah. Majalah Sastra Horison. Edisi II. 2008. halaman 9.

1 comment: