Aku tak butuh belas kasihan
aku tak butuh simpatisan
aku tak butuh yang kalian lakukan
sebab aku bukan siapa-siapa
yang layak akan semua itu
Aku tak peduli siapa atau apa aku ini
karena aku sendiri tak mengerti definisi aku
karena aku pun sedang mencari siapa aku ini
karena tak penting bertanya tanpa mencari jawaban
meski dengan begitu,
butuh pemikiran, kekuatan, dan pertimbangan
Aku tak peduli apa yang membedakan di antara kita
aku tak peduli kepentingan apa yang aku, kau, kita miliki
lakukan saja apa yang bisa dilakukan
ketika memang ia diperlukan
ketika memang semuanya bermuara kepada kebaikan
ah lupakan
lupakan saja
semua kepentingan-kepentingan
lepaskan saja
belenggu-belenggu itu
Aku tak peduli apapun itu yang melekat
apapun yang terlihat
aku tak peduli di mana posisi di antara kita
aku tak peduli siapa ketua, sekretaris, bendahara
aku tak peduli siapa penanggung jawab,
steering commitee,
operating committee,
atau hanya simpatisan yang bukan siapa-siapa
ya, bukankah setiap orang akan dimintai pertanggungjawabannya
Ya Tuhan
bukan lagi hakku untuk mempertanyakan urusan orang lain
tapi bagaimana kewajibanku terhadap urusan2ku
Barangkali aku tak cocok menjadi sosok pemimpin ideal
memang tak ingin berharap jadi orang penting
memang tak layak menjadi siapa-siapa
dan apa yang kita harap dari menjadi sosok
bila hanya di mata manusia
tapi aku punya definisi tersendiri tentang sosok
sosok adalah bayangan yang nyata
ia tegak dan nyata
bukan fatamorgana
sosok meski tampak seperti
bayangan di pelupuk mata,
sosok selalu merangkul dan menuntun
begitulah bayangan
ia rela menyatu dalam tanah
kadang pun terinjak-injak karena ia di bawah
ia mengikuti ke mana kaki melangkah
dan kakipun mengikuti ke mana bayangan pergi
apa kau tau apa yang selalu kubisikkan
setiap kali kita berada dalam derap-derap langkah ini
harapanku
harapan yang kusimpan hanyalah
bergandeng tangan
berjalan beriringan
menatap dan menapak perjalanan
dalam langkah-langkah yang kita ayunkan
bersama
#kontemplasi
emotional mungkin.. semacam kontemplasi.. tiba2 saja teringat raut2 wajah bapak, ibu, mbak, teman2, ya siapapun yg merasa pernah seperti berjalan bersama-sama.
dan ada bagian yang tak pernah aku mengerti. ketika tiba2 "aku kasihan sama I*n*.."
aku bertanya-tanya. apa ada yang salah denganku? taukah itu kata2 yang menyedihkan :""""(
taukah bahwa hal paling menyakitkan adalah ketika orang lain tak lagi percaya pada diri kita..
contoh konyolnya, pengalaman pahit pribadi ketika menjadi reporter pemula awal lulus sma. adalah seorang klien tidak percaya orang seperti saya sedang menjalankan tugas sebagai reporter. luka itu masih ada. entah kenapa susah sekali ngomong sama orang2 tua. haha. nggak ngerti cara berpikir mereka yang direct. tapi ya suka ketika mereka berkata2 penuh wejangan dan bijaksana.
ya tapi kadang masih trauma aja sih. lo pikir gua siapa? muka gua emang begini adanya. haha. sabar sabar. itu contoh konyol sih. tapi refleksi dna kontemplasi ini semoga bisa lebih ngena krn maknanya luas banget. ditulisnya juga bukan sekadar protes pada bapak2 yang meng-underestimate saya. yah, semoga. hanya berharaptidak sedang menulis sebuah hal yang sia-sia.
aku tak butuh simpatisan
aku tak butuh yang kalian lakukan
sebab aku bukan siapa-siapa
yang layak akan semua itu
Aku tak peduli siapa atau apa aku ini
karena aku sendiri tak mengerti definisi aku
karena aku pun sedang mencari siapa aku ini
karena tak penting bertanya tanpa mencari jawaban
meski dengan begitu,
butuh pemikiran, kekuatan, dan pertimbangan
Aku tak peduli apa yang membedakan di antara kita
aku tak peduli kepentingan apa yang aku, kau, kita miliki
lakukan saja apa yang bisa dilakukan
ketika memang ia diperlukan
ketika memang semuanya bermuara kepada kebaikan
ah lupakan
lupakan saja
semua kepentingan-kepentingan
lepaskan saja
belenggu-belenggu itu
Aku tak peduli apapun itu yang melekat
apapun yang terlihat
aku tak peduli di mana posisi di antara kita
aku tak peduli siapa ketua, sekretaris, bendahara
aku tak peduli siapa penanggung jawab,
steering commitee,
operating committee,
atau hanya simpatisan yang bukan siapa-siapa
ya, bukankah setiap orang akan dimintai pertanggungjawabannya
Ya Tuhan
bukan lagi hakku untuk mempertanyakan urusan orang lain
tapi bagaimana kewajibanku terhadap urusan2ku
Barangkali aku tak cocok menjadi sosok pemimpin ideal
memang tak ingin berharap jadi orang penting
memang tak layak menjadi siapa-siapa
dan apa yang kita harap dari menjadi sosok
bila hanya di mata manusia
tapi aku punya definisi tersendiri tentang sosok
sosok adalah bayangan yang nyata
ia tegak dan nyata
bukan fatamorgana
sosok meski tampak seperti
bayangan di pelupuk mata,
sosok selalu merangkul dan menuntun
begitulah bayangan
ia rela menyatu dalam tanah
kadang pun terinjak-injak karena ia di bawah
ia mengikuti ke mana kaki melangkah
dan kakipun mengikuti ke mana bayangan pergi
apa kau tau apa yang selalu kubisikkan
setiap kali kita berada dalam derap-derap langkah ini
harapanku
harapan yang kusimpan hanyalah
bergandeng tangan
berjalan beriringan
menatap dan menapak perjalanan
dalam langkah-langkah yang kita ayunkan
bersama
#kontemplasi
emotional mungkin.. semacam kontemplasi.. tiba2 saja teringat raut2 wajah bapak, ibu, mbak, teman2, ya siapapun yg merasa pernah seperti berjalan bersama-sama.
dan ada bagian yang tak pernah aku mengerti. ketika tiba2 "aku kasihan sama I*n*.."
aku bertanya-tanya. apa ada yang salah denganku? taukah itu kata2 yang menyedihkan :""""(
taukah bahwa hal paling menyakitkan adalah ketika orang lain tak lagi percaya pada diri kita..
contoh konyolnya, pengalaman pahit pribadi ketika menjadi reporter pemula awal lulus sma. adalah seorang klien tidak percaya orang seperti saya sedang menjalankan tugas sebagai reporter. luka itu masih ada. entah kenapa susah sekali ngomong sama orang2 tua. haha. nggak ngerti cara berpikir mereka yang direct. tapi ya suka ketika mereka berkata2 penuh wejangan dan bijaksana.
ya tapi kadang masih trauma aja sih. lo pikir gua siapa? muka gua emang begini adanya. haha. sabar sabar. itu contoh konyol sih. tapi refleksi dna kontemplasi ini semoga bisa lebih ngena krn maknanya luas banget. ditulisnya juga bukan sekadar protes pada bapak2 yang meng-underestimate saya. yah, semoga. hanya berharaptidak sedang menulis sebuah hal yang sia-sia.
No comments:
Post a Comment