lovely picture

Tuesday, April 24, 2012

Januari Biru, Aku Mencintaimu

Pagi di bulan Januari yang sendu. Awan mendung tergantung di atas langit, menahan keceriaan tahun baru yang baru semalam dirayakan manusia seisi dunia. Aku menyusuri jalanan sepi. Orang-orang tampak enggan beranjak dari selimut ataupun perapian. Tapi aku berjalan menantang kebekuan yang mulai merasuki tulang-tulangku. Kukayuh sepedaku penuh semangat.

Aku menggigil. Suhu di luar kurang dari nol derajat Celcius. Salju tadi malam masih tebal menghampar jalan. Pantas, sangat dingin membekukan, bisikku. Kudengar suara angin menampar-nampar wajahku. Membuatku semakin gerah untuk melawannya. Semangatku pun semakin menyala untuk mencapai tempat tujuanku di ujung jalan sana. Aku akan meneleponmu, ibu. Demi sebuah ucapan sederhana. Cinta sederhana yang kini begitu luar biasa kurasakan. Ibu, aku hanya ingin mengucapkan "selamat ulang tahun" untukmu.

Di ujung Jalan Whitman ini, di sebuah rumah tua dengan cat yang mulai pudar, keluarga Heidi Dobson tinggal. Keluarga dengan tiga anak perempuan Tionghoa yang diadopsi Heidi. Kesibukan masing-masing anggotanya membuat rumah mereka selalu tampak supersibuk dipenuhi aktivitas harian. Heidi yang selalu sibuk dengan penelitiannya, juga hewan-hewan peliharaan yang tak terhitung banyaknya. Ada tiga ekor anjing, tiga ekor kucing, dua ekor kelinci putih, dua ekor kelinci coklat, tiga ekor hamster, dan seekor iguana. Terutama anjing mereka, Shatelyn adalah yang paling heboh mengitari seisi ruangan.

Aku berdiri di depan kusen pintu. Menatap ragu rumah yang biasa sibuk itu. Agak aneh ketika pagi ini rumah itu begitu sepi. 06.30 memang bukan waktu lazim bagi penduduk di sini untuk beraktivitas di akhir pekan, pikirku. Tapi setidaknya, tadi malam mereka menyilakanku berkunjung esok hari untuk menelepon rumah. Kuketuk pintu itu berkali-kali. Aku hanya mendengar suara Shatelyn memukul-mukul ekornya di atas lantai. Kemudian berhenti. Kudengar langkahnya mendekat ke pintu. Ya, kini dia benar-benar berada di balik pintu. Apa yang bisa ia lakukan untukku?

Aku duduk termangu di depan pintu. Menatap salju. Membayangkan pagi yang ceria dengan sahutan burung-burung menyambut semburat merah di ufuk timur. Hiasan indah yang menyatu dengan hijaunya sawah yang menghampar. Aku rindu. Merindukan masa-masa itu.

Satu jam berlalu. Aku melangkah gontai. Kembali menyusuri jalan yang belum juga ramai. Ke mana orang seisi kota ini? Masihkah terlelap mimpi? Atau, salju yang telah membuat mereka meringkuk di pembaringan? Dengan selimut tebal yang teramat nyaman, hingga mereka begitu enggan sejengkal pun melangkah keluar? Hatiku bergetar. Mataku telah basah. Pipiku terasa hangat oleh air yang mengalir tiba-tiba. Ini sungguh asing bagiku.

Sebuah catatan yang sudah dua tahun lamanya. Ya, dua tahun sudah berlalu. Semuanya kembali pada normal. Normal yang nisbi. Begitu tak pasti kriteria normal dalam hidup itu sendiri. Bagaimanapun, kini aku kembali bersamanya, meski tak berada dalam peluknya. Kini aku di dekatnya, meski tak selalu berada di sampingnya. Ibu, ingin rasanya aku berlari mendekapmu, menciummu dan mengatakan, "Ibu, aku mencintaimu." Entah bagaimana, cintamu menyala dan mendekapku tanpa butuh seuntai pun kata. Aku tahu dalam bahasa hatimu ibu, apapun itu, tak cukup kuartikan dan kuartikulasikan hanya dengan "I love you."

Begitu banyak yang kulewatkan, begitu banyak pula yang kurindukan. Semuanya membuatku malu sebab aku tahu tak pernah cukup aku membuatmu bahagia. Justru begitu banyak aku membuatmu kecewa. Jika dulu susah payah kau lahirkan aku hingga aku sebesar ini, apakah yang kau dapatkan? Hanya kesederhanaan. Hanya keikhlasan.

Ibu.. Setiap waktu kau mengkhawatirkan dan memikirkanku melebihi diriku sendiri. Kau temani, kau jagai, dan kau dekap tubuhku hingga aku pulas terlelap. Namun, kini aku justru merasa bebas dan berkuasa. Dulu, kau gendong aku ke manapun kau pergi. Namun, kini begitu sering aku meninggalkanmu. Hingga aku merasakan betapa jiwaku menyala ketika merasakan pijaran jiwamu yang tak pernah redup untukku. Betapa aku ada karena engkau ada. Betapa aku, betapa aku...

Astaghfirullahal'adziim, ya Allah ampunilah..
Ya Allah, jadikanlah aku anak yang membuat ibu bahagia.
Ya Allah, lindungilah ibu.. Allah sayangilah ibu yang telah menyayangi dan membesarkanku.. Aamiin..
Hanya milik-Mu, cinta dan kasih yang pantas untuk ibu.. :')

-self-contemplation-


P.S. :

Number One for Me
-Maher Zain-

I was a foolish little child
Crazy things I used to do
And all the pain I put you through
Mama now I’m here for you
For all the times I made you cry
The days I told you lies
Now it’s time for you to rise
For all the things you sacrificed
Chorus:
Oh, if I could turn back time rewind
If I could make it undone
I swear that I would
I would make it up to you

Mum I’m all grown up now
It’s a brand new day
I’d like to put a smile on your face every day
Mum I’m all grown up now
And it’s not too late
I’d like to put a smile on your face every day
And now I finally understand
Your famous line
About the day I’d face in time
‘Cause now I’ve got a child of mine
And even though I was so bad
I’ve learned so much from you
Now I’m trying to do it too
Love my kid the way you do

CHORUS
You know you are the number one for me (x3)
Oh, oh, number one for me
There’s no one in this world that can take your place
Oh, I’m sorry for ever taking you for granted, ooh
I will use every chance I get
To make you smile, whenever I’m around you
Now I will try to love you like you love me
Only God knows how much you mean to me

CHORUS
You know you are the number one for me (x3)
Oh, oh, number one for me

1 comment:

  1. Isna- I was trying to get this translated...I'll continue to work on that. However, your other sentiments are beautiful birthday messages. I have the poster you drew for me at Christmas time, and it's framed and hanging up in the dining room. I see it daily, and think of you daily. Love mom.

    ReplyDelete