lovely picture

Saturday, December 29, 2012

Sastra Antara Cinta, Nada, dan Doa

Sebuah Anak Pena

Aku adalah sebuah anak pena
yang terlahir dari rahimmu
aku adalah untaian kata-kata
membentang selaksa samudera

Aku adalah anak pena
meski tak tahu cara merangkai kata
bagaimana cara mengeja
apa arti cinta

Aku adalah tinta yang menyala
dalam setiap tetes darahmu
dalam air mata dan cinta

Aku adalah mata pena
melesat jauh ke angkasa
oh adakah kau melihatnya

***
A Pen Child

I am a little pen child
born out of your cervix
I am the flowing words
wide as if the ocean

I am the little pen child
eventhough I cannot arrange words
how to spell
what love really means

I am the glowing ink
in every drop of your blood
in tears and love

I am the eyes of pen child
fly over the sky
oh do you see?

Yogyakarta,31 Juli 2012
 
*** 
#hanya cuplikan dari salah satu karya Harmoni Jiwa. Semoga.

Sobat, sudah hampir satu tahun Nurisma Najma mulai mengumpulkan tulisan-tulisannya yang berserakan. Selain menuh-menuhin memori laptop yang makin usang, sepertinya akan lebih bermakna jika dibaca, dari pada terlupakan atau bahkan hilang. Tapi sama sekali tak tahu bagaimana mengkristalkan tulisan2 itu, satu per satu jurnal dari semenjak SD entah dibuang ke mana. Ya, saya saat ini lebih lama menghabiskan waktu di luar rumah, karena saya tinggal bersama teman2 saya, sehingga ketika orang2 di rumah menjual barang2 bekas (loak) mereka tidak tahu barangkali di antara tumpukan itu adalah jurnal yang saya simpan dari SD. Sedih sekali bukan? Pernah ada harapan untuk menghadiahkan antologi Harmoni Jiwa untuk ibu. Yah, apapun deh namanya, meskipun saya tahu tulisan saya buat mereka tak ubahnya dengan hanyalah tumpukan sampah yang hanya memenuhi kamar, semakin tua dimakan usia, dan menambah jumlah barang loakan. M

Mungkin udah banyak ya penulis yang punya ide semacam saya, mengharmonikan sastra dengan nada bahkan visualisasinya. Sebut saja Dee. Atau penulis yang akhir2 ini benar2 membuat harapan itu kembali menyala berkat proyeknya yang luar biasa, Revolver. Hmmm proyek ini bikin saya tambah iri, iri untuk mencari gimana caranya tidak mau kalah untuk berkarya. Mungkin beberapa kali saya akan cuplik tulisan2 di blog ini, biar rame juga sih. Tapi yang jelas Fahd Djibran menampar saya keras2 tentang jatuh bangunnya dalam proyek Revolver. Ya, dia tak bisa melakukannya sendiri. Dia hanya penulis dengan gaya menulis yang bisa kubilang "gue banget" selain juga researcher di LIPI. Dia bukan musisi, maka nada hanya berdenting di tangan musisi. Dia bukan desainer ataupun sineas, maka kata-kata itu tidak mampu tervisualisasi secara sempurna di tangannya sendiri. Begitulah, dia bercerita tentang perjalanan proyeknya. Sayang dia belum tau ada anak ingusan yang sedari kecil punya mimpi yang sama, setidaknya sejak ia duduk di bangku SD dan mengenal sastrawan-sastarawan fenomenal seperti Chairil Anwar, Sutan Takdir Alisjhbana, Sanusi Pane, WS Rendra, ataupun Taufik ismail lewat textbook dan antologi2 tua yang ada di perpustakaan. Andai saja saya bisa bertemu dengan Fahd Djibran, saya ingin belajar banyak darinya, bagaimana meriset yang oke, terutama riset yang berfokus pada sosial ekonomi bangsa ini, seperti bermain2 dengan grafik di kelas Prof. Mudrajad Kuncoro yang berkesan karena saya adalah presenter pertama yang mengajukan diri yang sok banget yah baru tau rasa deh dicecar habis2an dijatuhkan dengan keterbatasan analisis ekonomi saya, ya mungkin pengalaman pertama sebelum nanti saat sidang pendadaran yang sebenarnya saya lebih baik jatuh dari sekarang bukan? Supaya dua setengah tahun ke depan belajar lebih banyak. Selain riset, tentu saya ingin berbagi hobi dan kecintaan saya pada sastra, intinya saya suka tulisannya, gue banget, spertinya Fahd Djibran memang penulis banyak menginspirasi saya selain Dee, Muthmainnah, Andrea, dan kawan-kawannya yang luar biasa.

Adakah yang tersengat semangatnya? Untuk sebuah proyek yang saya tidak tahu apa namanya, kristalisasi coretan yang berserakan, sebut saja dia adalah "Cinta, Nada, dan Doa dalam Sastra". Mungkin saja kita bisa berbagi atau mungkin kita bisa mewujudkannya bersama? :) Biidznillah..

No comments:

Post a Comment