Saya sangat merindukan masa itu. Berlarian. Bersepedaan. Di antara pematang sawah, di antara lumpur tanah, di antara suara jangkrik, burung gereja, dan nyanyian bocah kampung di antara sorakan takbir, bahkan nyanyian di balik hujan. Masa di mana matahari, awan putih, langit biru, tanah lapang, dan persawahan menjadi kawan yang tak terlupakan. Entah kapan saya bisa kembali pada masa itu lagi. Masa di mana senyum polos dengan binar sepasang bola mata bening yang menatap langit dengan sejuta impian.
Sepekan ini bisa dibilang pekan yang luar biasa. Perjalanan nostalgia, berkeliling-keliling desa. Busy bee, bolak-balik Bantul-Jogja. Tapi asik. Asik banget. Kesempatan ini saya nikmati sekali. Jadi, saya dan Rahma tergabung dalam tim enumerator untuk pengumpulan data penelitian yang sedang dilakukan Pak Akhmad Akbar. Penelitian tsb bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh KKN-PPM terhadap UMKM di DIY. Tim Bantul sendiri terdiri atas empat orang yaitu Anin, Rahma, Agung, dan saya. Saya pikir inilah saatnya saya kembali ke kampung halaman. Mungkin sudah terlalu lama saya pergi berkelana tanpa mampu memberi apa-apa pada tanah kelahiran. Mungkin impian saya kadang terlalu muluk. Ketika seringkali saya hanya menggigit bibir atas keterbatasan dan angan-angan yang kadang terlalu tinggi. Setelah berulang kali menampar diri sendiri menyadari betapa idealisnya saya. Ya, dan ayah telah berulang kali menampar saya dengan betapa idealisnya saya.
Maka ini adalah hal yang bisa saya lakukan. Barangkali tak ada efeknya. Barangkali tak ada apa-apanya. Tapi saya cukup menikmati kampung lagi. Barangkali juga bisa ada inspirasi buat KKN tahun depan. Saya masih bingung mau KKN di mana. Saya merasa untuk benar2 berkarya nyata di kampung sendiri aja belum bisa. Saya sih berharap bisa kembali ke rumah saja mengerjakan program KKN yang benar2 bermanfaat dan bisa mengembangkan kampung halaman. Tapi saat ini fokus masih ngurus hal lainnya, KKN gimana nasibnya. Apalagi banyak yang mengomentari betapa saya suka jalan-jalan ke luar. Hmm jujur saya memang suka. Cita-cita keliling dunia udah dari SMP. Apalagi Charity Concert dari Australian Choir dari Wollongong dan gempa Jogja itu memotivasi saya banget buat mengenal dunia luar. Tapi dari situ juga saya belajar untuk mengkritik. Kenapa harus ke mall? Bahkan di rumah saya jjarang ke mall. Jadi kenapa saya harus bangga main ke luar negeri dan ujungnya hanya ke mall? Dan ini akan ssaya ceritakan di episode lain ketika melihat sisi lain Filipina. Gara-gara nekad melihat sisi lain inilah saya beranikan keluar dari mainstream. Pergi dari rombongan. Melakukan perjalanan hanya berdua dengan kawan saya dari Jepang. Kayanya temen saya ga tega aja sy berkelana sendiri. Yang saya inginkan bukan ke mall untuk sekali ini. Mencari masjid kubah mas ala Filipina dan sempat tersesat ehhe. Tapi tnatangan beginian yg justru saya suka. Look beyond. Melihat realita. Kapan2 ya sharing cerita perjalanan itu.
Sepekan ini bisa dibilang pekan yang luar biasa. Perjalanan nostalgia, berkeliling-keliling desa. Busy bee, bolak-balik Bantul-Jogja. Tapi asik. Asik banget. Kesempatan ini saya nikmati sekali. Jadi, saya dan Rahma tergabung dalam tim enumerator untuk pengumpulan data penelitian yang sedang dilakukan Pak Akhmad Akbar. Penelitian tsb bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh KKN-PPM terhadap UMKM di DIY. Tim Bantul sendiri terdiri atas empat orang yaitu Anin, Rahma, Agung, dan saya. Saya pikir inilah saatnya saya kembali ke kampung halaman. Mungkin sudah terlalu lama saya pergi berkelana tanpa mampu memberi apa-apa pada tanah kelahiran. Mungkin impian saya kadang terlalu muluk. Ketika seringkali saya hanya menggigit bibir atas keterbatasan dan angan-angan yang kadang terlalu tinggi. Setelah berulang kali menampar diri sendiri menyadari betapa idealisnya saya. Ya, dan ayah telah berulang kali menampar saya dengan betapa idealisnya saya.
Maka ini adalah hal yang bisa saya lakukan. Barangkali tak ada efeknya. Barangkali tak ada apa-apanya. Tapi saya cukup menikmati kampung lagi. Barangkali juga bisa ada inspirasi buat KKN tahun depan. Saya masih bingung mau KKN di mana. Saya merasa untuk benar2 berkarya nyata di kampung sendiri aja belum bisa. Saya sih berharap bisa kembali ke rumah saja mengerjakan program KKN yang benar2 bermanfaat dan bisa mengembangkan kampung halaman. Tapi saat ini fokus masih ngurus hal lainnya, KKN gimana nasibnya. Apalagi banyak yang mengomentari betapa saya suka jalan-jalan ke luar. Hmm jujur saya memang suka. Cita-cita keliling dunia udah dari SMP. Apalagi Charity Concert dari Australian Choir dari Wollongong dan gempa Jogja itu memotivasi saya banget buat mengenal dunia luar. Tapi dari situ juga saya belajar untuk mengkritik. Kenapa harus ke mall? Bahkan di rumah saya jjarang ke mall. Jadi kenapa saya harus bangga main ke luar negeri dan ujungnya hanya ke mall? Dan ini akan ssaya ceritakan di episode lain ketika melihat sisi lain Filipina. Gara-gara nekad melihat sisi lain inilah saya beranikan keluar dari mainstream. Pergi dari rombongan. Melakukan perjalanan hanya berdua dengan kawan saya dari Jepang. Kayanya temen saya ga tega aja sy berkelana sendiri. Yang saya inginkan bukan ke mall untuk sekali ini. Mencari masjid kubah mas ala Filipina dan sempat tersesat ehhe. Tapi tnatangan beginian yg justru saya suka. Look beyond. Melihat realita. Kapan2 ya sharing cerita perjalanan itu.
Saya trenyuh ketika seorang ibu bercerita tentang ketiga anaknya. Beliau usianya sudah 50 tahun. Sebagai ibu rumah tangga, beliau turut membantu suaminya yang bekerja sebagai juru masak catering di Budi Mulia dnegan berjualan angkringan dan beternak kambing. Dengan itu semua, beliau berhasil menyekolahkan anaknya hingga sarjana. Ya, anaknya laki-laki semua tapi alhamdulillah tetap bisa di sekolah. Lupa sekolah apa, di bidang kesehatan karena praktik di klinik dan rumah sakit. Sedangkan, anak bungsunya, waktu itu saya ketemu anak bungsunya hendak berangkat sekolah dnegan sepedanya. Penampilan fisiknya tampak biasa sjaa. Dia cuma minta dikasih sangu 5 ribu. Hmm saya kaget lagi ketika ibu itu bilang kalo anaknya sekolah di SLB. Ibu itu bersyukur banget anaknya meskipun kemampuan berpikirnya lambat tapi secara fisik sempurna. Dan lagi, anak itu juga yang sellau di rumah membantu berjualan.
Yang paling seru dari perjalanan ini adalah melewati pematang sawah... Asik banget sensasinya. Kayanya udah lama banget ga main ke sawah. Padahal jaman dulu... Coba jalan2 pake sepeda kaya dulu waktu kecil sepedaan sampai Bantul kota, ke goa slarong, ke makam imogiri.. Tapi jauh juga sih kalo sepedaan cari datanya bisa pingsan kali ya...
Kemudian, selepas maghrib di sebuah masjid sederhana di pelosok Palihan Bambanglipuro saya trenyuh lagi. Bu Partini yang berjualan pisang dari tahun 70an lama amat ya.. Sampai sekarang. Beliau berterima kasih banget berkat pinjaman BNI yang bekerjasama dengan LPPM UGM dia bisa mempertahankan jualannya. Pinjaman ini terkenal sebagai kredit lunak yg sangat membantu.
Malam itu cukup melelahkan. Kami bertandang dari rumah ke rumah. Betapa besar harapan mereka pada mahasiswa. Betapa sederhana dan apa adanya. Bahkan ada seorang bapak yang berjualan macam-macam tapi mungkin karena niatnya hanya memutar uang dalam keluarga untung usahanya sama sekali tak senading. Tapi tetap bisa men-sarjana-kan anaknya. Begitulah, saya jadi ingat sama bapak, ibu, dan bagaimana simbah bisa membesarkan bapak ibu.
Betapa baiknya sambutan mereka. Hampir di setiap rumah kami dianggap sebagai tamu dan dibuatkan minum teh. Nostalgia banget rasanya. Berasa silaturahim ala lebaran. Yang jelas kehangatan mereka benar-benar terasa. Ketika saya sadar kebanyakan mereka tidaklah mengenyam pendidikan tinggi tetapi derajat dan etika mereka begitu beradab. Terkadang, saya merasa malu. Apa yang saya punya, siapa saya. Dan kadang miris juga melihat perilaku mereka yang berposisi tinggi berilmu tinggi tapi justru ketika diwawancara tidak menunjukkan derajat yang tinggi karena kurang menghormati dan sikap yang berkenan lainnya (curhat malah).
Anyway, alhmadulillah selesai sudah merangkum hasil wawancara. Meskipun pekan ini melelahkan tapi sangatlah berkesan. Rahma juga pasti capek banget sampai kemarin nginep di rumah. Dan akhirnya berangkat pagi-pagi hbs subuh dari rumah buat nggarap AKM-nya. haha berdua menembus malam, menembus fajar. Perjalanan nostalgia ini sangat berkesan. Meski harus berpacu dengan waktu dan bermandikan keringat.
P.S.:
Thanks Rahma, for being my partner during this journey. Ternyata feeling saya kuat. Pertama kali ketemu Rahma saat wawancara di pos TES1 di tengah jurit malam. Mata yang mulai sayu masih merasakan bahwa kita pasti akan bersama-sama, meski bukan di departemen yang sama ternyata rencana Allah luar biasa. Perjalanan kemarin luarbiasa banget. Kita harus membuat sejarah perjalanan hebat lagi di masa mendatang ya!
P.S.:
Thanks Rahma, for being my partner during this journey. Ternyata feeling saya kuat. Pertama kali ketemu Rahma saat wawancara di pos TES1 di tengah jurit malam. Mata yang mulai sayu masih merasakan bahwa kita pasti akan bersama-sama, meski bukan di departemen yang sama ternyata rencana Allah luar biasa. Perjalanan kemarin luarbiasa banget. Kita harus membuat sejarah perjalanan hebat lagi di masa mendatang ya!
No comments:
Post a Comment