lovely picture

Saturday, March 10, 2012

The Pursuit of Happiness


Apakah yang membuat diri kita merasa bahagia? Jika kita merasa cukup dan nyaman dengan apa yang kita punya, apa yang terjadi, dan apa yang kita inginkan. Bila melihat orang lain bahagia meskipun hanya seulas senyuman karena apa yang kita lakukan adalah sebentuk kebahagiaan yang tak terkira. Kebahagian adalah wujud keimanan, rasa syukur atas nikmat yang tak terhitung dan atas kesempatan hidup yang kita jalani (nasihat bijak dari dosen saya pada Jumat pagi).
            Mengawali hari, kami disuguhi sebuah video motivasi tentang Nick ‘something’ yang berusia 23 tahun, seorang master di bidang bisnis, berkarier sebagai motivation trainer. Tak ada yang menyangka orang ini begitu hebat jika diukur dari penampilan fisiknya yang jauuuh dari kesempurnaan. Dalam video itu dia sedang berbicara di hadapan audiensnya. Tubuhnya amat pendek untuk proporsi kepala dan usianya yang sudah dewasa. Ia berdiri di atas meja yang berada di atas stage tanpa kaki dan lengannya. Ya, ia hanya memiliki satu kaki kiri premature dan tanpa lengan sama sekali. Namun, ia sangat bersemangat berbagi motivasi hidupnya. Bagaimana ia mampu berbicara menggunakan telepon meski tanpa kedua tangan dan bagaimana ia bisa berenang bahkan meluncur di board-nya sebagai surfer handal. Hal luar biasa yang dilakukannya ini sangatlah disangsikan oleh rasio akal manusia. Sesuatu yang amat muskil dapat dilakukan manusia dengan kekurangan seperti itu.
            Life without Limits. Itulah buku yang ditulisnya. Tentang bagaimana ia mengarungi hidup dengan menghilangkan segala macam barrier (penghalang) dalam hidupnya. Bagaimana ia mampu bertahan dalam kondisinya. Bahkan ketika semesta belum menerima takdir yang ia dapatkan. Terlahir sebagai anak dari seorang ayah yang berkarier sebagai  akuntan dan ibu yang seorang perawat, ia adalah manusia yang ‘tak diharapkan’ oleh orang-orang terdekat bahkan ibunya sekalipun saat itu. Sebulan lamanya sang ibu belum bisa menerima kenyataan akan bayi yang dilahirkannya hinggu selama itu ia tak sanggup menyusui Nick yang masih bayi. Lambat laun, keluarganya mulai tersadar, jika bukan mereka yang menerima kondisi Nick apa adanya, siapa lagi? Adalah masalah besar yang semestinya menjadi focus orang tua terhadap kondisi anak yang seperti ini bagaimana Nick ketika ia sudah dewasa dan paham dengan kondisinya mampu bertahan hidup? Sejak itulah, Nick dibimbing untuk tegar. Meski ia bebrapa kali berniat bunuh diri. Toh, ia masih bertahan hingga kini sebagai manusia yang memiliki keutamaan dan kelebihan yang belum tentu dimilki manusia sempurna lainnya. Bukankah ketidaksempurnaan fisik yang ia miliki adalah takdir Allah? Bukankah Allah tidak akan menguji seseorang di luar batas kemampuan? Bukankah Rasulullah mengatakan bahwa Allah tak akan melihat seseorang dari keindahan fisiknya, namun hati dan ketakwaan kita kepada-Nya?
            Nick adalah sosok yang berbahagia dalam hidupnya. Dalam menjemput setiap takdir yang ada ia selalu bahagia. Betapa sulit kubayangkan. Sudahkah kita bahagia dengan diri dan hidup kita? Kurasa aku masih belum sehebat Nick. Sungguh malu.
Lantas, apakah yang membuat kita sedih? Merasa kurang dalam hidup yang sudah sempurna? Kesedihan adalah sebentuk kekosongan jiwa. Kesedihan barangkali adalah futur. Keimanan yang mulai melemah. Ghirah, semangat, dan iman yang meluntur. Ya Tuhaaan, lantas salahkan jika ada rasa sedih dalam hati? Kata pak dosen dengan mantap, ya, ada yang salah ketika seorang manusia sesempurna diri kita merasa sedih. Apa kesalahannya? Kufur. Tak bersyukur. Jika kita berkaca pada diri kita, rasanya terlalu banyak hal yang semestinya membuat kita bahagia dalam syukur.
Entahlah, sedikit tertohok, untuk riwayatku yang seseorang dengan kelenjar air mata berlebih. Yang harus kuingatkan pada diriku adalah kesedihan atas keinginan untuk lebih atau selalu merasa kurang. Pasalnya, pertemuan kuliah perdana pekan lalu saja saya tak bisa mengendalikan kelenjar air mata ketika membahas tentang birulwalidain. Terdengar konyol. Begitulah adanya. Begitu banyak tulisan saya untuk ibu. Begitu banyak yang tak bisa saya ungkapkan secara langsung kepadanya. Sebab bukan pernyataan yang ibu butuhkan dari seorang anak. Ibu hanya membutuhkan kepedulianku. Ibu hanya membutuhkan ketaatanku. Ibu hanya membutuhkan wujud cintakku. Ibu hanya membutuhkan kebahagiaan dalam diriku. Ibu maafkan aku.
Katanya, kebahagiaan itu letaknya di sini (di dalam hati). Sesorang pernah berkata, meraih kebahagiaan adalah dengan meraih Hati Sang Pemilik Hati..



*The Pursuit of Happiness itu judul film tentang seorang bapak dan anaknya, tentang cinta, perjuangan, dan pengorbanan. Film lama, jadi agak lupa..


Yogyakarta, 8 Maret 2012

No comments:

Post a Comment