lovely picture

Friday, March 30, 2012

Reflective Journal: 21 Maret 2012 Performance Appraisal dalam Organisasi


Dalam perkuliahan Psikologi Dasar lalu disampaikan bahwa performance appraisal (penilaian kerja) memiliki tujuan yang dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu administrative purpose dan developmental purpose. Tujuan administratif penilaian kerja meliputi follow up pemberian reward maupun penentuan promosi jabatan kepada pekerja yang menunjukkan prestasi gemilang. Sedangkan, tujuan pengembangan menyangkut peningkatan kapasitas dan kualitas pekerja melalui training dan coaching. Berkaitan dengan tujuan-tujuan tersebut, tulisan ini mencoba mengkritisi dan menganalisis peran performance appraisal pada suatu organisasi.

Pertama, saya akan menganalisis peran performance appraisal dalam ranah administrasi. Performance appraisal sebagai suatu betuk pengukuran dengan parameter tertentu dapat memberikan gambaran atas kondisi suatu objek yang diukur, meliputi per-orangan maupun kolektif organisasi. Hal penting dari suatu hasil pengukuran adalah tingkat keakuratan (validitas) pengukuran tersebut. Apakah hasil pengukuran tersebut valid sehingga dapat menunjukkan kondisi yang sesuai dengan fakta di lapangan? Apa saja yang dapat mempengaruhi validitas hasil pengukuran.

Kesesuaian antara hasil penelitian terhadap fakta di lapangan atau dapat disebut sebagai validitas hasil penilaian ini tentu saja dipengaruhi oleh proses pengukuran. Proses pengukuran berkaitan dengan pihak-pihak yang terlibat dalam pengukuran dan instrument pengukuran.

Pihak yang terlibat dalam pengukuran meliputi penilai (appraiser) dan objek yang dinilai (seperti pekerja). Untuk mendapatkan hasil pengukuran yang valid, diperlukan tim penilai yang independen dan profesional. Independensi sangat penting untuk mengurangi konflik kepentingan dalam proses penilaian sehingga bersifat fair tanpa upaya manipulasi dan keinginan untuk cenderung menguntungkan pihak tertentu ataupun merugikan pihak lainnya.Profesionalisme juga penting dimiliki oleh tim penilai karena dengan penguasaan terhadap bidang yang berkaitan dapat memberikan suat komprehensif dan penilaian yang mendasar. Profesionalisme penilai diperlukan untuk meinimalisasi bias dan subjektivitas yang mungkin muncul dalam proses. Objek yang dinilai juga mempengaruhi penilaian karena dari sinilah sumber data diperoleh. Persamaan kondisi objek akan memberikan hasil penilaian yang comparable sehingga hasil pengukuran dapat digunaksn untuk membandingkan objek satu dengan lainnya. Selain itu, jika sistem penilaian menggunakan teknik self-appraisal tentu penilaian terhadap diri sendiri dipengaruhi oleh kemampuan menilai diri individu.

Instrumen penilaian adalah suatu media atau alat ukur yang digunakan untuk merekam data penilaian yang dapat berupa questionnaire, performance test, dan sebagainya. Instrumen yang baik dapat mewakili lingkup yang akan dinilai dengan skala penilaian dan metode pengukuran yang dapat dipertanggungjawabkan.

Kedua, saya akan menganalisis peran performance appraisal dalam ranah pengembangan. Seseorang dapat berkembang karena memiliki dorongan (motivasi) dan media untuk berkembang. Performance appraisal dapat memberikan hasil penilaian yang dapat memotivasi pekerja. Jika penilaian menunjukkan hasil yang di bawah target, hal ini menjadi cambuk tersendiri untuk memperbaiki diri. Jika penilaian menunjukkan hasil di atas ekspektasi awal, hal ini menjadi alat pemuas bagi pekerja dan penimbang kepada manajemen untuk memberikan follow up berupa reward yang dapat mendorong untuk mempertahankan prestasi yang telah diraih.

Hal menarik yang ingin saya angkat adalah bagaimana performance appraisal dapat menjadi suatu pendorong dalam prestasi? Hal ini erat kaitannya dengan kondisi psikologi objek yang dinilai. Bagaimana performance appraisal dapat mempengaruhi mental pekerja secara positif? Saya menganalogikan pekerja dalam objek penilaian ini sebagai seorang siswa. Penilaian akan memberikan gambaran prestasi belajar siswa. Hasil prestasi yang baik yang diraih adalah syarat memperoleh predikat lulus. Tentu saja hal ini akan mendorong siswa untuk belajar dan menunjukkan prestasinya agar predikat lulus tercapai. Sayangnya, terkadang hal ini justru menjadi bumerang yang dapat mematikan potensi dan membebani kondisi psikologi siswa. Menurut saya, penilaian pada prestasi siswa dapat menjadi bumerang karena pelaksanaan sistem yang belum tepat. Misalnya, penilaian yang hanya berorientasi pada hasil bukan proses mengakibatkan siswa menyontek dan memiliki respon negative terhadap penilaian sehingga berpengaruh pada rendahnya komitmen untuk belajar dan berprestasi. Hal ini perlu menjadi perhatian pengambil regulasi dalam pendidikan dan pihak-pihak yang berperan dalam pendidikan di Indonesia sehingga performance apparaisal  dapat digunakan sebagai pemantik belajar dan prestasi siswa.

No comments:

Post a Comment